MADANIACOID – Keputusan mantan Presiden AS, Donald Trump, untuk memberlakukan tarif besar-besaran telah mengguncang ekonomi global, termasuk Indonesia. Uni Eropa baru-baru ini mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kebijakan ini akan memberi pukulan telak bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di tengah gejolak ini, Eropa pun berupaya mengamankan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Indonesia Terkena Tarif Tinggi
Trump membuat heboh dunia dengan menerapkan tarif “timbal balik” sebagai upaya menghilangkan ketidakseimbangan perdagangan. Kebijakan ini dijuluki sebagai “Liberation Day” oleh Trump dan mencakup tarif sebesar 20 persen terhadap barang-barang dari Uni Eropa. Namun, negara-negara berkembang justru terkena dampak yang lebih parah.
Indonesia, yang termasuk dalam kategori Global South, akan menghadapi tarif ekspor ke AS sebesar 32 persen. Menurut Bernd Lange, Kepala Perdagangan Parlemen Eropa, kebijakan ini sangat tidak adil karena negara berkembang malah dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan negara maju seperti Uni Eropa.
“Tarif ini akan merugikan banyak pihak, termasuk produsen di AS, UE, dan terutama negara-negara berkembang,” ujar Lange dalam wawancara dengan Eudebates TV.
Uni Eropa Berusaha Cari Jalan Tengah
Menanggapi kebijakan tarif dari AS, Uni Eropa mulai memperkuat hubungan dagangnya dengan mitra yang lebih “dapat diandalkan”. Salah satu langkah yang sedang dilakukan adalah mempercepat Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Indonesia.
Negosiasi CEPA antara Indonesia dan Uni Eropa sebenarnya sudah dimulai sejak Juli 2016, tetapi mengalami banyak hambatan. Kini, Lange berencana mengunjungi Indonesia dalam dua minggu ke depan untuk mempercepat proses perundingan. Ia optimistis perjanjian ini bisa rampung dalam tahun ini.
Indonesia Tak Tinggal Diam
Sementara Uni Eropa mencari solusi dengan memperkuat kemitraan dagang, Indonesia juga berupaya melakukan lobi langsung ke AS. Presiden Prabowo Subianto akan mengirim delegasi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah AS sebelum tarif 32 persen resmi berlaku pada 9 April.
Trump mengklaim bahwa Indonesia telah mengenakan tarif 64 persen terhadap barang impor dari AS. Angka ini mencakup berbagai hambatan perdagangan non-tarif, termasuk regulasi perizinan impor yang kompleks. Tak hanya itu, Trump juga menuding Uni Eropa memberlakukan tarif sebesar 39 persen terhadap barang-barang dari AS.
Dampak dari kebijakan tarif AS ini cukup signifikan, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Uni Eropa pun tak tinggal diam dan mencoba mencari solusi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. Sementara itu, Indonesia sendiri akan berusaha melakukan diplomasi langsung dengan AS untuk mengurangi beban tarif yang dikenakan. Bagaimana hasil akhirnya? Masih harus kita tunggu.
Discussion about this post