Tangerang, SPOL – Fakultas Hukum Universitas Pamulang (FH Unpam) kembali mengimplementasikan Tridharma Perguruan Tinggi dengan aktif memberikan edukasi terhadap masyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku melalui kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM). Pelaksanaan PKM, salah satunya berlangsung di Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) Khazanah Kebajikan, Pondok Cabe Tangerang Selatan , Sabtu 9 April 2022.
Sebanyak 4 Mahasiswa semester 6 FH Unpam menjadi narasumber sekaligus pemateri mengenai akibat hukum pelaku pelecehan seksual anak dibawah umur dan dampaknya dikalangan remaja. Mereka adalah Nofirman Zai , Wawan Zakariya , Cindy Asmahan, joel Paruliang Sihombing.
Dalam kegitatan itu terungkap, pelecehan seksual dalam hal ini terkhusus pada anak dibawah umur sangat sering terjadi, kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku dalam waktu dimana korban merasa tidak terganggu oleh keberadaannya. Sebab-sebab tindakan pidana tersebut merupakan hal-hal yang tidak terduga dapat terjadi, dan penyebab lainnya adalah lingkungan pergaulan. Dari hasil penelitian KPAI, 70 Porsen orangtua belum mampu mengasuh anak mereka pakai metode yang cocok dengan zaman sekarang.
Disebutkan, cara asuh Orangtua terhadap anak hanya mengikuti kebiasaan semasa kecil mereka tanpa adanya Evaluasi dan penyesuaian perkembangan zaman yang dapat mendukung cara didik anak yang modern. Faktor lainnya karena kecenderungan orangtua mendidik anak hanya berorientasi pendidikan akademik saja.
Pendidikan mental personal bukan bergantung pada akademik saja, namun didasarkan pada kemampuan orangtua mengajarkan hal-hal yang tidak menyimpang pada aturan hukum adat dan kebiasaan para leluhurnya yang lebih menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan setiap orang. Jika mengacu pada konteks pelecehan seksual ini dapat diartikan suatu tindakan yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman, risi, dan terganggu, serta dilakukan dengan cara memaksakan sesuatu yang bersifat seksual.
Perlu diketahui pelecehan seksual ini tidak oleh karena suatu ketidak curigaan atau ketidak terduga melakukannya tetapi hal ini juga disebabkan oleh yang dimungkinkan anak-anak karena mudahnya mengakses situs porno diinternet yang menjadi pemandu dan memberikan pengetahuan kepada anak-anak dibawah umur tersebut semakin terus mengetahui dan melakukannya.
Pelecehan seksual ini diusia remaja dapat mengakibatkan suatu kenyamanan dan sulit untuk berubah. Meninggalkan Pergaulan bebas yang bernuansa Negatif dan juga mengakibatkan trauma berdasarkan pola pengenalan akan pristiwa yang sedang ddialami Misalnya pelecehan seksual terjadi karena paksaan yang kemudian menjadi problem kepada korban tersebut. Pelecehan seksual juga bisa terjadi karena sama suka dan nyaman terhadap perbuatan tersebut dan juga disebabkan oleh pergaulan yang dapat memberikan dorongan dan lalu terjerumus sehingga bisa menjadi pelaku dan juga menjadi sebagai korban.
Hal-hal tersebut diatas sebenar bukan masalah baru tetapi masalah yang berkelanjutan pada objek yang berbeda yang diakibatkan oleh pengetahuan korban, paksaan pelaku, atau juga disebabkan oleh karena keinginan bersama.
Dalam hukum positif Indonesia, perlindungan terhadap Hak-hak anak dapat ditemui di berbagai peraturan perundang-undangan, seperti yang tertuang dalam Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 yang merupakan ratifikasi dari Konvensi PBB tentang hak-hak anak (Conversation on the rights of the child), Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak, Undang-undang No. 17 Tahun 2016 Tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2016 Tentang perubahan ke dua atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak menjadi Undang-undang dan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan pidana Anak.
Melalui Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan pidana Anak dinyatakan bahwa Polisi sebagai garda terdepan khusus Unit PPA dalam melakukan proses penyelidikan yang diisyaratkan mengutamakan pendekatan keadilan restoratif sehingga melalui restoratif ini juga dapat mengisyaratkan wajib mengupayakan Diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (3) Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan pidana anak.
Penanganan perkara yang melibatkan anak dan Diversi juga telah diatur dalam peraturan pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang pedoman pelaksanaan Diversi dan penanganan anak yang belum berumur 12 (dua belas) Tahun yang mana hal itu juga harus dijadikan pedoman bagi penyidik Unit PPA dalam menangani perkara pelecehan seksual jika melibatkan anak sebagai pelakunya.
Pemberian hukuman pidana kepada anak hanyalah bertujuan sebagai pembinaan agar dikemudian harinya menjadi warga negara yang susila, beguna dan bertanggungjawab karena pada umumnya tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan proses meniru atau pengaruh dari orang dewasa, sesuai sifat anak yang masih memiliki daya nalar belum cukup baik untuk membedakan yang baik dan yang buruk. ***
Discussion about this post