Oleh: Dr. Ihsan Setiadi Latief M.Si, Wakil Rektor I Universitas Persatuan Islam
Terlalu mahal jika perhelatan besar ini hanya sekedar rutinitas administratif lima tahunan saja, Muktamar Persistri XIII, Muktamar XII Pemudi Persis, Muktamar X Himi Persis merupakan momentum yang tepat untuk kita semua Jama’ah Persis dan Bagian Otonom untuk melakukan muhasabah dan melakukan otokritik terhadap perjalanan Jam’iyyah Persis selama ini.
Usia mendekati 100 tahun bukanlah usia muda, sudah kenyang dengan berbagai macam pengalaman. Jam’iyyah Persis terbukti dan teruji tetap eksis dengan segala kelebihan dan kelemahannya.
Mari kita evaluasi secara jujur sejauhmana Jam’iyyah Persis telah berbuat untuk umat.
Persis (Persatuan Islam) sebagai salah satu ormas besar Islam mainstream di Indonesia dengan usianya yang hampir satu abad.
Tentu ini adalah suatu capaian prestasi perjuangan dan wujud nyata dalam memberikan kontribusi bagi negara dan bangsa ini, terutama umat Islam.
Terlebih dalam sejarahnya, para tokoh Persis telah banyak memberikan kontribusi dan jasa besar bagi negara dan bangsa ini. Konsep Negara Kesatuan Republk Indonesia yang belakangan jadi jargon NKRI harga mati, hal itu tidak bisa dilepaskan dari tokoh besar Persis M. Natsir dengan mosi integralnya yang dicetuskan di parlemen dan disetujui semua fraksi pada saat itu tanggal 3 April 1950, Ketika sebelumnya Indonesia dipecah oleh Belanda menjadi Republik Indonesia Serikat
Melepaskan diri dari romantisme sejarah, pada tingkat tertentu harus dilakukan jam’iyyah Persis karena gerakan Persis sejatinya adalah bersifat dinamis artinya mengikuti perkembangan yang ada tanpa mengabaikan prinsip-prinsip yang dipegang.
Romantisme sejarah akan melahirkan justifikasi ideologis tanpa menawarkan pikiran-pikiran alternatif.
Sebagai ormas keagamaan, Persis jangan melulu berkutat dalam gerakan tabligh normatif an sich. Ke depan, tantangan sekaligus peluang, Persis mesti berani kembali ke tengah untuk terlibat dalam proses menentukan arah pembangunan bangsa.
Persis mesti terlibat dalam proses pembangunan isu-isu kebangsaan. Pembangunan hukum, sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan peradaban yang berkeadilan dengan spirit keislaman yang lebih substantif.
Pasang surut pergerakan dakwah itu hal biasa, Persis dulu dikenal luas dan disegani oleh lawan maupun kawan, sejarah masa silam jadikan ibrah untuk menatap masa depan.
Yang terpenting bagaimana mengambil spirit perjuangan masa lalu yang kemudian dikontekstualisasikan dalam kondisi sekarang.
Dalam sebuah hadits yang shahîh dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Sesungguhnya Allâh akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun
HR. Abu Dawud (no. 4291), al-Hakim (no. 8592), dan ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no. 6527), Dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, al-‘Iraqi, Ibnu Hajar (dinukil dalam kitab “’Aunul Ma’buud” 11/267) dan syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahihah” (no. 599)
Jangan sampai hanya bisa membanggakan masa lalu tanpa bisa membuktikan masa kini dan masa depan, Persis harus “keluar” dari sejarah lamanya dan menghadirkan kembali Persis di masa kini dan mendatang
Ada beberapa catatan tentang perjalanan Jam’iyyah Persis dan perlu kiranya menjadi perhatian –terutama- bagi pucuk pimpinan yang akan datang dan umumnya penggiat Persis.
Pertama, Reorientasi Wawasan Pergerakan. Jam’iyyah Persis mengklaim diri sebagai jam’iyyah (organisasi) yang bergerak dalam bidang dakwah, Pendidikan dan sosial kemasyarakatan.
Dakwah bagi jamiyah Persis perlu diperluas gerakannya, bukan semata tabligh tapi bagaimana mengajak umat untuk Kembali ke ajaran agama. Pendekatan dakwah juga harus menggunakan berbagai pisau analisis dan metode.
Bidang Dakwah di lingkungan Persis popular, hanya sayang pengertian dakwah disini dalam realitasnya lebih kepada pengertian yang sempit yaitu dakwah bil-lisan, sangat sedikit yang bisa menyampaikan dakwah secara tertulis (bil kitabah) dan dengan perbuatan (bil-hal) yang bisa menjadi teladan umat, lebih jauh lagi seharusnya Jam’iyyah Persis memaknai dakwah sebagai rekonstruksi sosial (social recontruction) yang bersifat multidemensional.
Bidang Sosial Kemasyarakatan, Bidang ini yang belum digarap secara serius oleh Jam’iyyah, bahwa proses purifikasi (pemurnian) keagamaan oleh Persis sudah final dan terus menerus didakwahkan sampai saat sekarang, tapi proses dinamisasi Jam’iyyah belum terlihat secara jelas.
Kalau di Muhammadiyyah ada pelayanan sosial berupa rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain. Jam’iyyah Persis meskipun ada varian dari gerakan purifikasi yang dilakukan tapi belumlah optimal.
Bukan hanya pelayanan sosial saja tapi juga aspek-aspek lainnya (isu lingkungan hidup, HAM dll) perlu kiranya dipertimbangkan oleh Persis sebagai bagian dari gerakan Persis sehingga tuduhan bahwa Persis itu fiqh ubudiyah oriented terbantahkan.
Tidak kalah pentingnya dalam wawasan pergerakan ini adalah Jam’iyyah Persis harus membuat cetak biru (blue print) Persis dan Bagian Otonomnya agar tercipta pola pengkaderan yang terintegrasi, sistematis, berjenjang dan kontinyu serta sinergis sehingga kualifikasi, kapasitas dan militansi kader Persis dan Bagian Otonom bisa dipertanggungjawabkan bukan hanya sekedar kader emosional kultural tapi tercipta kader-kader rasional.
Kedua, Reorientasi Wawasan Pendidikan, sudah banyak yang telah dilakukan dan tengah diupayakan oleh Jam’iyyah Persis namun belumlah memadai.
Dalam sistem pendidikan Persis tidak perlu sentralisasi sistem pendidikan di Persis disamping tidak efektif juga kekhasan masing-masing Pesantren khususnya tidak terlihat.
Perlu difikirkan juga pengembangan model-model pendidikan alternatif lainnya sebagai upaya pengembangan jam’iyyah. Masalah pendidikan merupakan masalah yang dinamik, dan merupakan isu yang selalu muncul (recurrent issues).
Di samping itu lebih ideal lagi untuk mencerdaskan umat dalam rangka mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai manusia, yang dalam bahasa al-Qur’an disebut sebagai “khaira ummah”.
Untuk itu pendidikan harus dapat memberikan “nilai tambah” dalam rangka mencapai kesejahteraan lahir-batin mereka. Di samping dituntut mampu mengembangkan “perilaku membangun”, yakni perilaku kreatif, produktif, efektif, efesien dan dinamis, serta mengembangkan “sikap kearifan”, yakni sikap yang mampu memahami makna kehidupan dan menyadari peranan dirinya di tengah-tengah kehidupan bersama untuk membangun masyarakatnya.
Ketiga, Reorientasi Wawasan Sosial Politik. “Politik adalah ilmu seni memungkinkan” itu pandangan sebagian perspektif dalam melihat dunia politik, dunia politik adalah grey area atau dunia abu-abu, tidak hitam tidak juga putih penuh dengan intrik, lobby, penetrasi, negosiasi, kompromi dan lain-lain.
Menang dalam pengertian politik bukanlah ditentukan hanya dengan suara saja, bisa saja orang itu kalah dalam voting tapi “menang , menguasai dan merebut” dalam hal lain.
Siyasah Nubuwwah harus diturunkan dalam tataran aplikatif masa kini bentuknya bagaimana, metodeloginya seperti apa dan lain sebagainya
Persis sebagai organisasi sosial keagamaan dalam pendidikan dan dakwah bisa memainkan peran yang jauh lebih besar daripada fungsi parpol, Persis bisa melakukan enlightment politics (pencerahan politik).
Persis bisa menjadi inspitrator dalam perjuangan politik Islam. Persis bisa menentukan arah dan kecenderungan pilihan politik ummat Islam, atau Persis bisa mengeluarkan produk-produk politik yang akan menjadi instrumen perjuangan bagi mereka yang aktif di dunia politik praktis.
Persis juga bisa menjadi penentu kebijakan politik yang akan diambil. Bahkan Persis bisa menjadi alat penyeimbang dalam gerakan-gerakan politik praktis sekaligus sebagai pengontrol. Peran mana yang mau diambil ? Semuanya terpulang kepada terutama pimpinan Jam’iyyah.
Keempat, Reorientasi Wawasan Ekonomi. Memperhatikan keadaan ekonomi umat Islam tidak ubahnya seperti melihat sebuah lautan.
Posisi ekonomi umat Islam dalam peta besar perekonomian ibarat riak-riak kecil di tepi pantai menghadapi gelombang besar di tengah samudera. Riak-riak kecil itu tetap ada namun senantiasa di pinggiran (pereipheral), tidak pernah mampu ke tengah, karena setiap kali dihempas kembali ke tepian oleh gelombang besar yang datang dari tengah samudera (Dumairy, 1993:125).
Tantangan jam’iyyah Persis dalam meningkatkan Ekonomi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya; (1) meningkatkan pemahaman bahwa persoalan ekonomi adalah juga persoalan umat, (2) tranformasi ekonomi melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan, (3) Penataan kembali lembaga-lembaga ekonomi milik Persis sehingga bisa profesional, tranparan dan akuntable,
Kelima, Reorientasi Wawasan Pemikiran Keislaman. Persis dalam catatan sejarah memiliki “senjata” andalan yaitu dengan mengimbangi arus pemikiran keislaman kala itu dengan debat-debat secara terbuka sebagaimana yang dilakukan A.Hassan, dari mulai persoalan fiqh sampai persoalan negara.
Kini, mengingat tantangan kehidupan industri modern yang kompleks dan arus globalisasi ilmu budaya yang tak terelakan, perlu kiranya studi agama yang bersifat kritis historis yang mengkaji epistimologi pemikiran keagamaan secara empiris maupun filosofis belum digarap oleh Persis, dan belum berani mengawinkan dengan diskursus ilmu-ilmu sosial dan falsafah kontemporer.
Sudah saatnya Jam’iyyah Persis mengembangkan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang bersifat imani (believer) dan pendekatan ilmu (scientific).
Keenam, Reorientasi Wawasan Isu Pemberdayan Perempuan, Gerakan perempuan harus menjadi perhatian khusus bagi organisasi otonom di lingkungan Persis (Persistri, Pemudi dan Himi).
paling tidak ada beberapa isu strategis: peningkatan pemberdayaan kualitas perempuan, peningkatan peran ibu dalam pendidikan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak
Persis Kedepan
Kaderisasi adalah keniscayaan sunatullah, roda berputar dunia bergulir, regenerasi mesti dilakukan. Pemimpin yang baik harus mewariskan legacy dengan memberikan jalan dan kesempatan bagi kadernya untuk mengisi kepemimpinan yang akan datang.
Di level eksekutif tanfiziyah Pimpinan Pusat Ormas Persis memerlukan pemimpin yang energik, dan dinamis, mempunyai akselerasi yang cepat dan tanggap terhadap dinamikan permasalahan yang berkembang, serta tasykil yang kuat dan kompak.
Para pinisepuh, ulama memberikan dorongan di Majelis Penasihat atau Dewan Hisbah.
Bukan hanya di level pemimpin tapi juga tasykil yang ada juga harus ada regenerasi, berikan kesempatan kepada yang lain, jangan ada anggapan bahwa Persis tidak punya stok kader, di setiap jenjang jamiyah dan Bagian Otonom cukup banyak yang bisa mengisi menjadi tasykil/pengurus di level Pimpinan Pusat.
Ala kulli hal, selamat bermuktamar XVI Persis, Muktamar Persistri XIII, Muktamar XII Pemudi Persis, Muktamar X Himi Persis semoga lancar dan sukses serta menghasilkan putusan yang brilian bagi umat dan bangsa. (***)
Discussion about this post