Oleh Karsidi Diningrat
Pekerja Seks Komersial (PSK), pelacur, lonte, wanita tuna susila (WTS), prostitute adalah sedikit di antara sederet panjang istilah yang kerap terdengar ketika seseorang menunjuk pada sosok perempuan penjajak seks. Istilah pelacur berkata dasar “lacur” yang berarti malang, celaka, gagal, sial atau tidak jadi. Kata lacur juga memiliki kata buruk laku.
Pelacuran merupakan bentuk penyimpangan seksual, dengan pola organisasi implus-implus atau dorongan seks yang tidak wajar, dan dorongan seks yang tidak terintegrasi dalam kepribadian, sehingga relasi seks itu sifatnya impersonal, tanpa efeksi dan emosi (kasih sayang), berlangsung cepat, tanpa mendapatkan orgasme di pihak wanita. Maka seks dijadikan “bahan dagangan”, sehingga terjadi komersialisasi-seks, berupa penukaran kenikmatan seksual dengan benda-denda atau materi dan uang. Ada pelampiasan nafsu seks secara bebas liar dalam relasi seks dengan banyak orang. Pelacuran wanita disebut sebagai prostitute, palacuran, wanita tuna susila.
Hubungan seks dalam pelacuran, perzinaan, prostitusi itu secara psikologis disebut sebagai tidak bersih, tidak psiko hygenis, tidak baik bagi keseimbangan jiwa, dan mengganggu kebersihan jiwa. Kehidupan seks yang tidak teratur dengan patner-patner yang tidak tetap, serta dilakukan dengan laki-laki atau wanita sembarangan, disebut sebagai Promiscuity, Free Sex, atau dengan istilah populer percabulan atau kumpul kebo (berkumpul bagaikan kerbau).
Kehidupan seks yang tidak teratur dengan bermacam-macam laki-laki atau wanita yang tidak menentu itu akan menggangu jiwa dan jasmani, baik pihak wanita maupun pihak pria. Seorang wanita yang mengizinkan dirinya “digauli” oleh bermacam-macam pria yang berlainan (biasanya dengan patner imbalan uang atau nilai material lainnya), akan merusak penghayatan psikisnya yang mendalam. Relasi seksualnya lebih bersifat materialistis, sangat datar, tanpa efektif dan nonpersonal, biasanya mereka tanpa bisa menghayati orgasme.
Relasi demikian itu mengakibatkan gangguan dan kerusakan psikis, serta konflik-konflik batin yang serius. Sehubungan dengan konstitusi psikis wanita, pelanggaran berupa perzinaan diluar pernikahan itu dihayati sebagai pengalaman yang lebih serius oleh kaum wanita. Dirasakan sebagai lebih tercela atau lebih berdosa, jika dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh kaum pria.
Dalam relasi free sex dan perzinahan, kaum pria merasa “memberi” atau “membuang” sesuatu, yaitu sifatnya agak agresif dan aktif. Sedangkan pihak wanita merasakan seperti “menerima” sesuatu, yang sifatnya lebih pasif. Proses “menerima” tersebut dihayati oleh kaum wanita lebih mendalam. Sebaliknya, proses “pemberian” oleh kaum pria kepada kaum wanita dalam bentuk pelacuran lebih begitu mendalam dirasakan oleh kaum laki-laki, karena ia merasa “membayar” atau memberikan imbalan secukupnya menghayati pelanggaran-pelanggaran seksual tersebut secara lebih dalam dan lebih serius.
Ada beberapa alasan bahwa Pekerja Sek Komersial atau PSK bukan sebagai pekerjaan, apalagi disebut sebagai pekerja profesi tapi suatu perbuatan:
PSK Bukan Pekerjaan Tapi Perbuatan
Menurut A.S. Alam, pelacuran adalah suatu “perbuatan” dimana seseorang perempuan menyerahkan dirinya untuk berhubungan kelamin dengan jenis kelamin lain dengan mengharapkan bayaran, baik berupa uang atau bentuk lainnya. Begitu pula pendapat Commenge, bahwa prostitusi adalah suatu “perbuatan” dimana seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh bayaran dari laki-laki yang datang membayarnya dan wanita tersebut tidak ada pencaharian nafkah lainnya dalam hidupnya, kecuali yang diperolehnya perhubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang. Juga pendapat Iwan Bloch Prostitusi sebagai “perbuatan” yang dilakukan sebagai matapencaharian.”
Pekerja Sek Komersial bukan sebagai suatu pekerjaan, apalagi sebagai pekerjaan profesi. Pekerja Sek Komersial merupakan suatu perbuatan, tapi perbuatan keji, sebagaimana Allah subhanuhu wa ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra, 17: 32).
Dalam firman-Nya, “Dan (ingatlah kisah) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji), padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu)”? Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) syahwat(mu), bukan (mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui akibat (perbuatanmu)” (QS. An-Naml, 27: 34-35).
PSK Bukan Suatu Pekerjaan Profesi
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan. Profesi sering diartikan dengan “pekerjaan” kita sehari-hari. Menurut Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
Dengan demikian, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu. Profesionalisme merupakan sikap seseorang yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik serta dilandasi dengan tingkatan pengetahuan yang memadai dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan bidangnya.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa bagaimana mungkin Pekerja Sex Komersial (PSK) disebut sebagai pekerja profesi. Sebab suatu pekerjaan profesi harus memiliki keahlian khusus, mengikuti pelatihan, memiliki pengetahuan yang memadai demi terlaksananya hasil kerja yang baik. Maka jelaslah bahwa PSK adalah suatu perbuatan, perbuatan yang melanggar hukum.
Kemaluan Bukan Alat Mencari Pekerjaan
Baik “kemaluan” wanita atau “farji-kemaluan” lelaki, haram dijadikan alat untuk mencari pekerjaan, seperti wanita menjual tubuhnya sedangkan lelaki sebagai digolo. Tentunya dalam melakukan aktivitas tersebut mereka saling memandang. Hudzaifah meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “pandangan merupakan anak panah iblis.” Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Janganlah seorang lelaki berkhalwat dengan wanita asing, kecuali bersama mahramnya.” Dan juga riwayat lain disebutkan, “Janganlah seorang lelaki berkhlawat dengan wanita asing, karena pihak ketiga di antara mereka adalah setan.”
“Kemaluan” digunakan dan dipakai pada waktu kapan saja kepada yang haknya, yang sudah syah, yaitu suami atau istri. Bagi gadis dan perjaka yang telah melakukan pernikahan digunakan pertama kali pada malam pertama atau malam penganten. Allah swt. berfirman, “Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai.” (QS. Al-Baqarah, 2: 223).
Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada suatu makanan pun yang dimakan oleh seseorang lebih baik daripada makanan hasil tangannya (kerjanya) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud a.s. adalah orang yang makan dari hasil kerjanya sendiri.” (HR. Bukhari melalui al-Miqdam). Rezeki yang paling baik ialah rezeki yang didapat dari perasan keringat sendiri dan dari jalan dihalalkan oleh Allah Swt.
Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan seorang wanita juga tidak boleh melihat aurat wanita lain.” Dan dalam riwayat yang lainnya disebutkan, “Seorang laki-laki dilarang melihat aurat wanita kecuali suami istri.” Dalam hadis yang lain disebutkan, “Sesungguhnya akan ada di antara umatku kaum yang menghalalkan kemaluan dan sutera.” (HR. Abu Daud dan asalnya dalam riwayat Bukhari dari Abu Amir Al-Asy’ari).
Kemaluan Wajib dijaga. Menjaga kemaluan adalah perbuatan yang penting, lantaran perkaranya sangat mengkhawatirkan. Allah Swt. telah memuji hamba-hamba-Nya yang Mu’minin di dalam al-Qur’an dengan menyifatkan mereka sebagai berikut:
“Dan katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung” (QS. An-Nur, 24: 30-31).
Firman Allah yang lain, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu (zina dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (QS. Al-Mu’minun, 23:5-7).
Rasululah Saw. pernah ditanya oleh para sahabat tentang kaum yang terbanyak masuk neraka, siapakah mereka itu? Beliau menjawab., “Orang yang tidak memelihara dua yang bulat, yaitu mulut dan kemaluan”. Sebagaimana hadits, “Barangsiapa dipelihara Allah dari kecelakaan antara janggut dan kumisnya (mulut) dan antara dua selangkangannya (kemaluan), niscaya ia akan masuk surga.”
Karena itu, peliharalah diri kita dengan menjaga kemaluan kita baik-baik. Dan hal ini baru bisa terlaksana dengan cara senantiasa mengawasi hati agar tidak selalu memikirkan sesuatu yang haram. Kemudian, hendaklah memelihara mata dari memandang segala sesuatu yang dilarang oleh agama. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, “Mata melihat, sedang nafsu birahi bergejolak, lalu kemaluan membenarkannya atau mendustakannya.”
Menjaga Seluruh Anggota Tubuh
Perlu diketahui bahwa mengamati, menjaga “kemaluan” dan gerak-gerik seluruh anggota tubuh adalah perkara penting yang harus diperhatikan oleh setiap mukmin. Ia harus senantiasa mengawasi, memelihara, menjaga dan menahan dari segala perbuatan yang dibenci dan dimurkai Allah swt, seraya menganjurkannya untuk senantiasa melakukan perbuatan yang diridhai dan dikasihi-Nya.
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’, 17:36). Dalam Firman-Nya lagi, “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An-Nur, 24: 24). Juga firman-Nya yang lain, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. 36: 65).
Seluruh anggota tubuh merupakan nikmat-nikmat Allah yang utama bagi hamba-hamba-Nya. Barangsiapa menggunakannya untuk mentaati Allah, dan menyemarakannya dengan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kasih sayang-Nya, maka ia telah menyukuri nikmat Allah swt, memelihara seluruh anggota tubuh dan meletakkan pengkhidmatannya pada tempat yang baik, dan hak, yang karena itu seluruh anggota tubuh diciptakan dan dijadikan oleh Tuhan. Karena itu, ia akan memperoleh pahala orang-orang yang bersyukur kepada Allah dan orang-orang yang berbuat kebajikan kepada-Nya, karena Allah swt, tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Barangsiapa membiarkan, membebaskan kemaluan dan anggota tubuhnya melanggar larangan-larangan Allah swt, mengabaikan dan menyia-nyiakan perintah-perintah-Nya, maka ia telah mengkufuri nikmat Allah pada anggota-anggota itu, dan karenanya ia akan menerima siksa dan adzab Allah swt. Kelak di hari kiamat, kemaluan dan seluruh anggota tubuh lainnya itu akan menjadi saksi di hadapan Allah atas segala maksiat yang dilakukannya di dunia. Wallahu a’lam bish-shawwab.***











Discussion about this post