Oleh Karsidi Diningrat
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Az-Zumar [39]: 9). Dan dalam firman yang lain disebutkan, “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodakoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuain adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.” (HR. Ar-Rabii’).
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 159).
Dan Allah berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu), “Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi Kitab itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya, lalu mereka melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan.” (QS. Ali-Imran [3]: 187).
Kata ilmu berasal dari akar kata kerja ‘alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang bentuk jamaknya adalah ‘ulum, artinya ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan.
Kita mesti mengetahui secara ringkas sebagian jenis ilmu atau ruang lingkupnya. Karena kata ilmu mempunyai makna yang luas, maka mau tidak mau kita harus mengetahui terlebih dahulu batas-batas atau ruang lingkupnya, agar permasalahannya menjadi jelas dan kita tidak jatuh ke dalam kesamaran.
Menurut Syaikh Khalil al-Musawi bahwa jenis-jenis ilmu itu sebanyak 19 jenis, dua diantaranya adalah Ilmu Agama: ilmu-ilmu yang membahas hukum-hukum agama, baik yang menyangkut perbuatan maupun keyakinan, seperti ilmu kalam dan ilmu fikih. Dan Ilmu ketuhanan: Ilmu-ilmu yang membahas tentang Wujud Mutlak (Tuhan), dari sisi Zat-Nya, dan kategori-kategori yang berkenaan dengan perkara-perkara metafisik, seperti al-Wajib, al-mumkin, ‘al-illah (sebab) dan al-ma’lul (akibat). Juga termasuk di dalamnya pembahasan tentang roh dan Allah SWT. Ilmu ini disebut ilmu tertinggi (al-‘ilmu al-a’la), filsafat pertama (al-falsafah al-ula), dan ilmu metafisik.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Lelaki mana pun yang Allah telah memberikan kepadanya suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka kelak di hari kiamat Allah akan melucutinya dengan cambuk api.” (HR. Thabrani). Dalam hadis yang lain disebutkan, “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR. Abu Dawud).
Siksaan yang disebutkan dalam hadis ini mengandung pengertian bahwa menyembunyikan ilmu hukumnya haram. Maka, tidaklah heran apabila dikatakan bahwa orang yang menyembunyikan ilmu itu dilaknat oleh Allah Swt.
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, “Orang yang menyembunyikan ilmunya dilaknat oleh segala sesuatu, sehingga ikan yang ada di laut dan burung yang ada di udara (turut melaknatnya pula).” (HR. Ibnu Jauzi melalui Abu Sa’id r.a.). Terkutuklah orang yang menyembunyikan ilmunya, yakni ilmu agama karena ilmu itu merupakan suatu amanat yang ia harus sampaikan kepada semua orang. Yang mengutuk bukan hanya manusia saja, melainkan semua hewan pun ikut mengutuknya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Barang siapa yang belajar ilmu, yang dengan itu ia seharusnya mengharap ridha Allah, tapi ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan harta dunia, maka ia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud). Dalam hadist senada disebutkan, “Seorang alim apabila menghendaki dengan ilmu keridhaan Allah maka dia akan ditakuti oleh segalanya, dan jika dia bermaksud untuk menumpuk harta maka dia akan takut dari segala sesuatu.” (HR. Adailami).
Dalam suatu riwayat disebutkan mengenai tiga orang yang diseret ke dalam api neraka. Salah seorang diantaranya yang dulunya mempelajari ilmu dan mengajarkannya, ia juga membaca Al-Qur’an. Orang itu didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, maka ia pun mengenalinya. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Apakah yang telah engkau lakukan?’ Ia menjawab, ‘Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya. Aku juga membaca Al-Qur’an karena Engkau’. Allah berfirman, ‘Bohong, tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan sebagai orang pandai dan membaca Al-Qur’an agar dikatakan sebagai seorang qari’ dan itu pun sudah dikatakan.” Kemudian ia pun diseret ke neraka dengan wajah tertelungkup dan dilemparkan ke dalam neraka.”
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah kalian mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama atau mendebat orang-orang bodoh. Janganlah mencarinya agar bisa memilih majelis ilmu yang terbaik. Barang siapa yang berbuat demikian maka baginya neraka.” (HR. Ibnu Majah). Dalam hadis yang senada dikatakan, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka.” (HR. Tirmidzi).
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidak akan mereka capai, maka mintalah perlindungan kepada Allah …” (QS. Al-Mukmin, 40:56).
Ishak bin Yahya meriwayatkan dari Abdullah bin Ka’ab bin Malik, dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mencari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, mendebat orang-orang bodoh, atau agar hati manusia suka kepadanya, maka ia menuju neraka.” (HR. Tirmidzi). Dalam hadis yang lain disebutkan, “Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu tapi menyembunyikannya maka pada hari kiamat ia akan dibelenggu dengan tali kekang dari api neraka.” (HR. Tirmidzi). Juga dalam hadis senada dikatakan, “Barang siapa menyembunykan ilmu, niscaya Allah akan membelenggunya dengan belenggu dari api nereka.” (HR. Hakim).
Angkuh, pongah dan suka membanggakan diri adalah sifat-sifat orang yang takabur dan gemar membanggakan diri. Orang seperti ini ditutup hatinya oleh Allah Swt, sebagaimana firman-Nya, “Demikian Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS. Al-Mukmin, 40: 35). Orang yang menyombongkan diri juga akan dipalingkan dari keterangan-keterangan Allah Swt., sebagaimana Allah berfirman, “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (QS, al-A’raf, 7:146).
Allaah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya, dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS, Al-Baqarah [2}: 174).
Rasulullah Saw. bersabda, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak berguna.” (HR. Muslim). Dan dalam hadis yang lain disebutkan, “Barang siapa mencari ilmu untuk selain Allah (atau digunakan untuk selain Allah) maka ia menempati tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi). Dan hadis lain dinyatakan, “Orang yang paling sedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (HR. Baihaki). Dalam hadis senada disebutkan, “Seorang ulama yang tanpa amalan seperti lampu membakar dirinya sendiri (berarti amal perbuatan harus sesuai dengan ajaran-ajarannya).” (HR. Adailami). Dan dalam hadis yang lainnya disebutkan, “Sesungguhnya kedudukan manusia yang paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang alim yang tidak bermanfaat ilmunya.” (HR. Darimi melalui Abu Darda).
Ibnu Mas’ud berkata, “Siapa yang mencari ilmu namun tidak diamalkan maka ilmu itu hanya menambah kesombongan.” Hilal bin Al-‘Alla’ berkata, “Mencari ilmu itu sulit. Menghafalnya lebih sulit dari mencarinya dan mengamalkannya lebih sulit dari menghafalnya. Sedangkan selamat darinya lebih sulit dari mengamalkannya.”
Abu Umamah Al-Bahili meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, ”Akan didatangkan pada hari kiamat nanti seorang alim yang jahat, lalu dilemparkan ke dalam neraka, ia berputar-putar dengan ususnya yang terburai sebagaimana seekor keledai berputar mengelilingi penggilingan. Dikatakan padanya, ‘Karena apa kamu mendapatkan (siksaan) ini, padahal dulu kami mendapatkan petunjuk karenamu? Ia menjawab, ‘Aku dulu melanggar larangan yang dikusampaikan kepada kalian.” (HR. Bukhari). Dalam hadis senada disebutkan, “Sesungguhnya orang alim itu akan dibawa masuk ke dalam api neraka, lalu diburaikan (dikeluarkan) isi perutnya diputarkannya di dalam api neraka itu, laksana keledai memutar batu giling. Kemudian, ia diarak oleh ahIi neraka. Mereka bertanya kepadanya. Apa salahmu?” Ia menjawab, “Aku senantiasa menyuruh orang berbuat baik, sedang aku tidak melakukannya.” (HR. Muslim).
Di antara para Salaf ada yang berkata, “Orang yang paling menyesal saat kematian adalah orang berilmu yang merasa kurang ilmunya.” Hal itu karena ia melihat orang-orang memanfaatkan ilmunya dan ia merasa menyesal. Yang dituntut dari orang berilmu adalah memperhatikan perintah dan larangan. Ia tidak dituntut agar menjadi orang yang zuhud dan berpaling dari perkara mubah. Hanya saja, sebaiknya ia meminimalisasi perkara dunia sesuai kemampuannya karena tidak semua tubuh menusia mau meminimalisasi perkara dunia. Dalam hal ini kondisi manusia berbeda-beda.
Dalam suatu riwayat disebutkan, “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada shalat seribu raka’at.”
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, bahwa hadis Abu Hurairah (kisah tiga orang yang diseret ke Api neraka) tersebut berbicara mengenai orang yang mencari ilmu yang semestinya untuk mencari ridha Allah. Ilmu itu ialah ilmu syar’i, yaitu tentang Al-Kitab dan As-Sunnah. Jika seseorang menuntut ilmu Kitab dan sunnah dengan maksud ingin mendapatkan bagian dari dunia maka ia tidak akan mendapatkan bau surga. Padahal, sesungguhnya bau surga dapat tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.”
Lebih lanjut Syaikh mengatakan, “Adapun ilmu yang tidak dimaksudkan untuk mencari ridha Allah seperti ilmu matematika, arsitektur, dan lainnya, jika seseorang mempelajarinya untuk mendapatkan bagian dari dunia maka ia tidak berdosa atas perbuatannya tersebut. Hal ini disebabkan ilmu yang ia pelajari merupakan ilmu duniawi yang memang digunakan untuk mencari dunia.”
Debat, atau mengomentari dengan kata-kata melecehkan, bahkan menantang dengan tujuan mencari kemenangan, kebanggaan dan populeritas, adalah sumber akhlak yang tercela. Pelakunya tidak selamat dari kesombongan, karena merendahkan rivalnya, ‘ujub pada diri sendiri karena merasa lebih unggul dari rival-rivalnya. Ia juga tidak selamat dari riya’, karena tujuan utama orang yang berdebat pada zaman sekarang adalah agar orang-orang tahu akan kemenangannya, melontarkan pujian dan sanjungan kepadanya. Usianya terlewat sia-sia demi mencari ilmu yang dapat menolongnya mendapat kemenangan saat berdebat yang tidak bermanfaat di akhirat, seperti kepandaiannya dalam mengolah kata, bersilat lidah dan menghafal hal-hal aneh.
Iblis telah memperdaya orang-orang yang mumpuni dalam ilmu dan amalan mereka dari arah yang lain. Iblis memperindah sifat sombong kepada mereka dengan ilmu yang mereka miliki, mendengki orang lain yang sepadan dengan mereka, bersikap riya’ untuk mendapatkan ketenaran, kedudukan. Sesekali Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa hal ini (benci, iri, dengki) seperti sebuah kebenaran yang diwajibkan. Sesekali Iblis juga menguatkan kecintaan mereka terhadap hal itu. Demikian yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab Talbiisu Iblis-nya.
Kesombongan kepada sesama makhluk. Yaitu meremehkan dan menghinakan manusia, hal ini terjadi ketika seseorang sudah ujub pada dirinya sendiri dan menganggap orang lain kecil dihadapannya. Ujub pada diri sendiri dapat menyebabkan takabur pada sesama manusia, menghinakan, dan mengolok-olok mereka, serta melecehkan mereka, baik dengan perkataan atau perbuatan.
Oleh karena itu Nabi Saw. mengajarkan kepada kita doa, “Ya Allah, tunjukilah aku pada perbuatan dan akhlak yang baik, karena tidak ada yang dapat memberi petunjuk pada kebaikannya melainkan Engkau. Dan palingkanlah aku dari perbuatan dan akhlak yang buruk, karena tidak ada yang dapat memalingkanku dari keburukannya melainkan Engkau.” (HR. An-Nasa’i). Wallahu a’lam bish-shawwab.
Discussion about this post