MADANIACOID – Di era teknologi 4.0 ini, mengobrol via online sudah menjadi hal biasa. Di Indonesia sendiri, WhatsApp menjadi aplikasi chatting yang paling banyak digunakan di Indonesia. Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, per Januari 2024 pengguna WhatsApp aktif di Indonesia mencapai 112 juta pengguna. Dari seluruh pengguna internet Indonesia berusia 16-64 tahun, tercatat 90,9%-nya memakai aplikasi percakapan tersebut.
Teknologi memang memudahkan kita untuk tetap terhubung meski terpaut jarak yang jauh, terlebih sekarang kantor dan sekolah juga menggunakan WhatsApp sebagai medium komunikasi. Hal ini secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk turut menggunakannya agar tetap terhubung.
Meski dianggap aplikasi penting, jika digunakan berlebihan akan menyebabkan kecemasan yang disebut dengan WhatsApp Anxiety. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kecemasan atau tekanan psikologis akibat pesan WhatsApp. Kecemasan ini merujuk pada perasaan takut, stres, atau tekanan yang muncuk ketika melihat atau mendengar notifikasi WhatsApp.
Faktor Penyebab WhatsApp Anxiety
- Adanya anggapan bahwa membaca berarti harus membalas saat itu juga. Padahal cepat atau lambatnya membalas pesan bergantung pada keputusan kita.
- Tidak mampu melihat reaksi penerima. Setelah pesan terkirim, asumsi-asumsi negatif sering kali muncul, karena penerima tidak merespon di saat itu juga.
- Terlalu banyak pesan yang diterima. Ada saatnya jumlah pesan yang masuk berjumlah sangat banyak. Di satu sisi tidak enak untuk mengabaikan, di sisi lain bingung harus balas dari mana.
- Notifikasi soal pekerjaan atau tugas sekolah yang tiada habisnya. Saat sedang istirahat tiba-tiba mendapat chat dari atasan juga bisa menimbulkan kecemasan.
Cara Mengatasi WhatsApp Anxiety
- Mematikan notifikasi di waktu tertentu. Tidak perlu keluar dari grup, cukup mute notifikasi di waktu tertentu, lalu membacanya di waktu senggang.
- Memahami bahwa membalas pesan juga butuh waktu. Membaca pesan memang hanya membutuhkan beberapa saat, namun membalasnya terkadang membutuhkan waktu yang lebih lama, terlebih kalau urusan tugas atau pekerjaan.
- Memilih pesan yang diprioritaskan untuk dibalas lebih dulu. Tidak perlu membalas semua pesan saat ini juga, cukup balas yang dirasa penting dan mendesak sebelum membalas yang lebih santai.
- Memahami bahwa selalu ada alasan dibalik pesan yang diabaikan. Tidak perlu cemas ketika penerima tidak kunjung membalas padahal dia sedang online. Bukan mengabaikan, karena boleh jadi dia sedang berbicara dengan orang lain yang tidak bisa ditunda. *** (Mahayuna Gelsha Supriyadi)
Sumber: We Are Social, Satu Persen
Discussion about this post