MADANIACOID – Hari Ayah Nasional yang diperingati setiap 12 November kemarin, mengingatkan kita akan pentingnya peran seorang ayah dalam kehidupan keluarga. Namun, fenomena fatherless atau ketiadaan figur ayah, baik secara fisik maupun emosional, semakin menjadi perhatian di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase anak yang hidup hanya dengan ibu meningkat, mencapai lebih dari 8% pada beberapa tahun terakhir. Sementara yang tinggal bersama ayah kandung hanya 2,5%.
Mengapa Fenomena Fatherless Terjadi?
Fenomena fatherless merujuk kepada keadaan di mana seorang anak tumbuh tanpa kehadiran atau peranan aktif seorang ayah dalam hidupnya, baik secara fisikal mahupun emosional. Beberapa faktor yang menyebabkan fatherless meliputi perceraian, pekerjaan ayah yang jauh dari rumah, hingga pola pengasuhan yang tidak seimbang.
Budaya patriarki juga memiliki kontribusi besar, di mana pengasuhan anak seringkali dianggap sebagai tanggung jawab ibu semata. Dalam realitas ini, ayah kerap berperan lebih sebagai penyedia finansial daripada pendamping emosional.
Dampak Fatherless pada Anak
Anak-anak yang tumbuh tanpa keterlibatan ayah memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah psikososial. Penelitian menunjukkan bahwa mereka cenderung memiliki kontrol diri yang rendah, performa akademis yang menurun, serta kesulitan dalam membangun hubungan sosial.
Dampaknya sangat signifikan pada perkembangan anak, seperti penurunan performa akademis, rendahnya kontrol diri, serta risiko masalah psikososial dan emosi. Ketiadaan figur ayah juga dikaitkan dengan peningkatan risiko perilaku seksual dini dan tingkat perceraian yang lebih tinggi di masa dewasa.
Membangun Kesadaran
Untuk mengatasi masalah ini, BKKBN mengembangkan program edukasi dan kelas pengasuhan, menekankan pentingnya keterlibatan ayah dalam mendukung keseimbangan peran keluarga. Hari Ayah Nasional menjadi momen refleksi bagi para ayah untuk lebih aktif dalam pengasuhan anak.
Keterlibatan ayah, seperti bermain bersama atau mendiskusikan hal-hal sehari-hari, dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan emosional anak. Sebuah keluarga yang seimbang dengan kehadiran ayah yang suportif mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak.
Pemerintah dan komunitas memiliki peran penting dalam mengatasi fenomena ini. Program seperti kelas pengasuhan dan kampanye kesadaran keluarga dapat membantu mempromosikan pentingnya peran ayah dalam keluarga.
Hari Ayah bukan sekadar perayaan, melainkan pengingat bahwa membangun generasi berkualitas membutuhkan kehadiran penuh dari kedua orang tua. Melalui kesadaran dan upaya bersama, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif fatherless dan menciptakan generasi yang lebih kuat dan sehat.
***(Alifya Syifaa-ul Fathonah)
Discussion about this post