MADANIACOID – Setiap tahun, tradisi mudik selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari momen Lebaran. Namun, tahun ini terjadi fenomena yang mengejutkan: jumlah pemudik diperkirakan turun drastis. Setelah satu dekade mengalami peningkatan—kecuali saat pandemi COVID-19—tren ini akhirnya mengalami perubahan besar.
Jumlah Pemudik Turun Signifikan
Berdasarkan survei dari Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, hanya sekitar 146,48 juta orang yang diperkirakan akan melakukan perjalanan mudik tahun ini. Angka ini setara dengan 52 persen dari total penduduk Indonesia. Jika dibandingkan dengan Lebaran 2024, yang mencatat 193,6 juta pemudik, terjadi penurunan hingga 24 persen.
Menurut Budi Rahardjo, Kepala Komunikasi Publik dan Informasi Kementerian Perhubungan, belum ada alasan pasti mengenai penurunan ini. Namun, perubahan kebiasaan sosial masyarakat menjadi faktor yang diperkirakan mempengaruhi pola mobilitas tahun ini.
Pulau Jawa Tetap Jadi Pusat Pergerakan
Meski jumlah pemudik menurun, sebagian besar perjalanan tetap berpusat di Pulau Jawa. Data pemerintah menunjukkan bahwa 55 persen pemudik berasal dari Jawa, dan 70 persen dari mereka juga memilih tujuan di pulau yang sama. Pulau Sumatra menyusul dengan kontribusi 21 persen dari total pemudik.
Mudik tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga berkontribusi besar terhadap perekonomian. Sektor transportasi, pariwisata, ritel, hingga konsumsi rumah tangga biasanya mengalami lonjakan selama periode ini. Namun, penurunan jumlah pemudik juga membawa dampak bagi perputaran uang selama Lebaran 2025.
Ekonomi Lebaran 2025 Ikut Melemah
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan bahwa perputaran ekonomi selama Lebaran tahun ini akan mengalami kontraksi sebesar 12,28 persen. Tahun lalu, perputaran uang saat Lebaran mencapai Rp 157,3 triliun. Namun, tahun ini diperkirakan hanya mencapai Rp 137,98 triliun.
Faktor ekonomi diyakini menjadi salah satu penyebab utama. Gelombang PHK di berbagai industri membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Selain itu, kedekatan waktu antara Lebaran 2025 dengan libur Natal dan Tahun Baru juga diduga memengaruhi keputusan untuk tidak melakukan perjalanan.
Kebiasaan Sosial yang Berubah
Tak hanya faktor ekonomi, perubahan pola sosial juga turut berperan. Wali Kota Surakarta, Respati Achmad Ardianto, mengungkapkan bahwa semakin mudahnya akses internet membuat masyarakat tetap bisa terhubung dengan keluarga tanpa harus pulang kampung. Hal ini membuat urgensi mudik menjadi berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Namun, tidak semua pihak melihat perubahan ini sebagai sesuatu yang positif. Beberapa ekonom menyoroti dampaknya terhadap sektor informal. Pedagang kaki lima di terminal dan pasar tradisional, misalnya, akan merasakan imbas dari berkurangnya jumlah pemudik. Efek domino juga akan dirasakan oleh pekerja di sektor logistik dan bisnis kecil lainnya.
Tantangan Makroekonomi
Penurunan aktivitas ekonomi saat Lebaran ini terjadi di tengah tantangan ekonomi yang lebih besar. Indonesia mengalami deflasi berturut-turut sejak awal 2025, yang mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari dan 0,48 persen pada Februari. Bahkan, tingkat deflasi tahunan pada Februari 2025 mencapai 0,09 persen—angka yang belum pernah terjadi sejak tahun 2000.
PHK massal menjadi salah satu faktor utama melemahnya konsumsi masyarakat. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa lebih dari 18.600 pekerja terkena PHK hanya dalam dua bulan pertama tahun ini—dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Akibatnya, indeks kepercayaan konsumen ikut melemah, yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
Pemerintah Perlu Turun Tangan
Meski pemerintah telah memberikan sejumlah insentif, seperti diskon tol dan subsidi transportasi, respons masyarakat masih kurang positif. Ini mengindikasikan bahwa permasalahan bukan sekadar biaya perjalanan, tetapi lebih kepada keterbatasan keuangan yang membuat orang memilih menahan pengeluaran mereka.
Beberapa ekonom menilai bahwa pemerintah perlu mengambil langkah lebih agresif untuk mengatasi kondisi ini. Tanpa intervensi kebijakan fiskal yang tepat, perlambatan ekonomi ini bisa terus berlanjut dan berdampak lebih luas.
Lebaran yang biasanya menjadi momen peningkatan ekonomi, tahun ini justru menunjukkan tren sebaliknya. Masyarakat kini lebih memilih menahan pengeluaran dibanding merayakan dengan perjalanan pulang kampung seperti biasanya. Apakah ini hanya tren sesaat, atau akan menjadi perubahan jangka panjang?











Discussion about this post