Jakarta.madania.co.id — PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tampaknya tak ingin sekadar menjadi pemain tradisional di industri pesawat terbang. Lewat kolaborasi strategis dengan PT Intercrus Aero Indonesia, sebuah perusahaan rintisan lokal, PTDI melangkah ke ranah Advanced Air Mobility (AAM) dengan pengembangan taksi udara elektrik bernama Intercrus SOLA.
Inilah wujud nyata ambisi Indonesia membangun moda transportasi udara masa depan. SOLA—pesawat VTOL (Vertical Take-Off and Landing)—dirancang untuk mengangkut tiga penumpang dan satu pilot, memiliki daya angkut 360 kg, serta mampu menjangkau hingga 200 km dalam satu kali terbang. Energinya bersumber dari propulsi listrik yang minim kebisingan, menandai arah baru PTDI ke industri penerbangan hijau.
Namun yang menarik bukan sekadar teknologinya. Di balik SOLA ada kolaborasi lintas generasi: PTDI yang matang di industri manufaktur dirgantara dan Intercrus yang muda, gesit, dan berorientasi riset. Mereka mengembangkan SOLA bukan hanya sebagai taksi udara sipil, melainkan juga sebagai alat dukung operasi militer. Muatan presisi, pengiriman logistik, hingga misi pengintaian—semua telah dipikirkan sejak tahap awal desain.
Pesan itu diperjelas dalam pameran Indo Defence 2024 Expo & Forum (11/6), saat PTDI dan Intercrus memperagakan prototipe sub-skala SOLA bernama SOLITA di hadapan Presiden RI, Prabowo Subianto. Demonstrasi manuver dan hovering SOLITA bukan sekadar unjuk kebolehan teknis, tapi juga sinyal bahwa Indonesia ingin mengambil bagian dalam persaingan AAM global yang mulai ramai.
Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan menegaskan arah strategis perusahaan. “Kemitraan ini bukan proyek jangka pendek. Ini bagian dari transformasi industri dirgantara nasional yang harus adaptif terhadap tantangan mobilitas masa depan,” ujarnya.
Ia menyebut konektivitas kawasan terluar dan operasi militer di medan berat sebagai fokus penerapan teknologi ini.
PTDI ingin keluar dari bayang-bayang masa lalu, ketika hanya dikenal sebagai produsen pesawat angkut menengah. Dengan menggandeng Intercrus dan mematok target operasional SOLA di tahun 2028, perusahaan pelat merah ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mampu bertahan, tapi juga memimpin inovasi.
Lebih dari sekadar kendaraan udara, SOLA adalah simbol pergeseran arah industri dirgantara nasional: dari konvensional ke futuristik, dari pesanan luar negeri ke karya anak bangsa.***











Discussion about this post