Bandung, madania.co.id — Memperingati Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina, Universitas Padjadjaran menghadirkan ruang dialog yang hangat namun kritis melalui gelaran Global Insight Forum, bagian dari rangkaian Al-Aqsa Awareness Week (AAW) di Auditorium Pascasarjana Fikom Unpad, Sabtu (29/11).
Forum ini mempertemukan akademisi, jurnalis, dan publik untuk membahas situasi terbaru di Gaza dengan perspektif sejarah, politik global, dan pengalaman lapangan.
Hadir sebagai pembicara utama, Prof. Sami Al-Arian, akademisi lulusan Amerika yang menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai pengungsi Palestina.
Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa krisis yang berlangsung di Gaza saat ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan kelanjutan dari rangkaian peristiwa yang sudah terbentuk sejak sebelum 1948.
“Israel masih melaparkan warga Gaza. Mereka sengaja menghitung kebutuhan kalori dan hanya mengizinkan sebagian terpenuhi,” ujarnya.
Prof. Sami menilai gencatan senjata yang diumumkan internasional tak pernah berjalan sepenuhnya, dan justru memperlihatkan pola pengetatan blokade.
Ia juga menyoroti Resolusi 2803 DK PBB, yang menurutnya memperburuk keadaan karena memberi ruang bagi Amerika Serikat untuk mendorong kebijakan yang selaras dengan kepentingan Israel. “Amerika menggunakan PBB untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan Israel secara langsung,” katanya.
Ilusi Solusi Dua Negara dan Tantangan Diplomasi Global
Pandangan Prof. Sami diperkuat oleh Dr. Maimon Herawati, dosen Jurnalistik Fikom Unpad dan Direktur SMART 171. Ia menilai bahwa wacana solusi dua negara kerap menjadi penghibur semata bagi publik internasional.
“Solusi dua negara itu seperti pacifier. Ada kesan memberi harapan, padahal kenyataan politiknya tidak bergerak ke arah itu,” terang Maimon. Ia melihat bahwa situasi di lapangan justru menunjukkan penyusutan wilayah dan ruang hidup Palestina dari waktu ke waktu.
Kesaksian Jurnalis: Fakta Lapangan yang Sering Terlewat
Perspektif dari ranah jurnalisme disampaikan Harfin Naqsyabandy, jurnalis Liputan6 SCTV, yang telah tiga kali bertugas di perbatasan Rafah.
Ia menggambarkan bagaimana berita mengenai Gaza sering bersandar pada kantor berita internasional tanpa verifikasi independen, sehingga narasinya tidak selalu mencerminkan situasi sebenarnya.
“Pada akhir 2023, saya meliput bantuan Indonesia yang dikirim melalui Jalur Rafah. Hanya untuk mencapai Al-Arish, saya melewati 12 checkpoint. Truk bantuan dari Indonesia bahkan harus mengantre hingga sebulan,” ujarnya. Ia juga menemukan gudang yang penuh dengan barang bantuan yang dilarang masuk oleh otoritas Israel, termasuk besi, tongkat bantu jalan, dan kurk.
AAW Unpad Menghadirkan Ragam Edukasi Publik tentang Palestina
Rangkaian Al-Aqsa Awareness Week yang diinisiasi SMART 171 dan KMMK Unpad berlangsung sepanjang Senin hingga Jumat di Bale Aweuhan Unpad.
Pameran visual menjadi salah satu daya tarik utama, menampilkan ilustrasi kehidupan warga Gaza mulai dari puing-puing bangunan, tenda pengungsian, ruang medis, ruang jurnalis, hingga representasi kondisi penjara Israel.
Selain seminar, kegiatan lain seperti mini-seminar, bedah buku Thufanul Aqsa, pertunjukan seni, hari budaya Palestina, lokakarya Tatreez, hingga kegiatan memasak makanan khas Palestina digelar untuk memperkaya pemahaman publik. Pekan solidaritas ini akan ditutup dengan kegiatan Run For Palestine sebagai simbol dukungan kemanusiaan.
Dengan pendekatan akademik dan jurnalisme lapangan, AAW Unpad berupaya menghadirkan pemahaman yang lebih utuh mengenai situasi Palestina, sambil memperkuat tradisi solidaritas yang tumbuh di kampus dan masyarakat luas.***











Discussion about this post