Padang, madania.co.id – Kecelakaan di perlintasan sebidang kembali terjadi. Kamis siang (21/8), sebuah minibus Honda Brio menemper KA B26 Minangkabau Ekspres di jalur antara Stasiun Padang–Stasiun Tabing.
Lokasi tabrakan ini merupakan perlintasan sebidang liar, tanpa palang resmi. Klakson kereta dibunyikan berkali-kali, namun sopir memilih melaju. Hasilnya, tabrakan pun tak terhindarkan.
“Perlintasan kereta api di Indonesia telah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan guna memastikan keselamatan semua pengguna jalan,” kata Reza Shahab, Kepala Humas PT KAI Divre II Sumbar, menegaskan dikutip Kamis, (21/8)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian serta UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas jelas menyebut: kereta api adalah prioritas utama. Pengguna jalan wajib berhenti, melihat kiri-kanan, dan mendahulukan perjalanan kereta. Tak ada kompromi.
Tapi faktanya, aturan itu sering dianggap angin lalu. Banyak pengguna jalan masih nekat menerobos, bahkan saat palang mulai menutup atau sinyal peringatan berbunyi. Celakanya, tindakan sembrono itu bukan hanya merugikan pelanggar, tapi juga kerugian bagi KAI dan potensi korban jiwa massal.
Reza mengingatkan, sanksi hukum menanti pelanggar. Pasal 296 UU Lalu Lintas menyebut ancaman pidana bagi siapa pun yang melanggar aturan di perlintasan sebidang. “Keselamatan adalah tanggung jawab bersama. Jangan tunggu korban jatuh lagi hanya karena ego pengendara,” ujarnya.
Kecelakaan ini menjadi alarm keras: kesadaran publik masih lemah, meski aturan sudah jelas. Perlintasan sebidang tak mengenal toleransi—satu kali nekat, nyawa bisa melayang.***











Discussion about this post