PADA pertengahan tahun 2020 Indonesia ramai membicarakan undang-Undang Omnibus Law yang menuai pro-kontra diantara masyarakat. Undang-undang ini dianggap dapat merugikan pekerja dan juga membahayakan bagi lingkungan. Disamping itu, prosesnya yang dianggap tidak sesuai peraturan membuat masyarakat turun ke jalan. Namun walaupun begitu, undang-undang ini akhirnya disahkan pada pada 5 Oktober 2020 lalu.
Sampai saat ini undang-undang omnibus law masih menjadi perbincangan, salah satunya oleh para pegiat produk halal di Indonesia. Omnibus law sendiri secara tidak langsung memengaruhi sertifikasi produk halal dan haram yang masuk ke Indonesia. Hal ini diungkapkan Akademisi dan Pegiat Produk Halal Indonesia, Marissa Haque pada program Sharia Corner yang ditayangkan Madania Tv pada Kamis (29/1).
Marissa mengungkapkan bahwa sebelum Undang-Undang Omnibus Law disahkan, sertifikasi halal dan haramnya produk di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa auditor produk halal harus seorang muslim, harus menggunakan bismilah saat mengaudit dan harus tertera logo halal dari MUI Indonesia.
“Di Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 diatur seperti itu, tapi aturan ini hilang di Undang-Undang yang halaman 1000 lembar itu. Kalau pasal ini hilang berarti non muslim juga boleh untuk menjadi auditor, sedangkan kalau bismillah tanpa syahadat jadi gak ada artinya, dong” ujar Marissa.
Ia juga menambahkan, dalam Undang Undang Omnibus Law ini, para pelaku UMKM diperbolehkan untuk self claim kehalalan produk yang dibuatnya. Padahal pelaku UMKM yang ingin melakukan self claim kehalalan produk harus memahami kandungan produk yang dibuatnya. Mengizinkan pelaku UMKM untuk menjamin kehalalan produknya tanpa bukti dan keterangan ahli membuat produk non halal beredar dengan bebas.
“Pelaku UMKM tidak pernah bekerja di laboratorium, tidak memahami kimia air, tidak paham mikrobiologi, tidak paham biologi. Jadi bagaimana mungkin mereka dengan pede mengklaim bahwa produknya halal. Saya gelisah” Ujar Marissa.
Marissa berharap banyak orang yang segera sadar dengan bahaya self claim ini, sebab akan berpengaruh terhadap kehalalan produk yang beredar di Indonesia. Ia juga mengingatkan bahwa kehalalan produk bukan hanya dibuktikan dengan cap halal dengan tulisan arab, tetapi halal yang dikeluarkan MUI disertai dengan nomor registrasi.
“Saya lelah bersuara sendirian, itu perintah (halal) dari Al-Qur’an loh. Soalnya segala yang kita konsumsi semuanya jadi daging. Bagaimana doa kita akan diterima kalau badan kita mengandung barang haram,” tutup Marissa. (fan)
Discussion about this post