Bandung, madania.co.id — Di tengah dominasi produk impor dalam layanan diagnostik kanker, PT Bio Farma (Persero) diam-diam meluncurkan senjata strategis: FloDeg, produk radiofarmaka pertama buatan Indonesia.
Produk berbasis isotop Fludeoxyglucose-18F ini didistribusikan perdana ke tiga rumah sakit rujukan — RS Tzu Chi PIK Jakarta, RS Mitra Plumbon Cirebon, dan RS Mandaya Royal Puri Tangerang — menandai pergeseran besar dalam peta ketahanan farmasi nasional.
Dengan peluncuran ini, Bio Farma tak sekadar memproduksi obat, melainkan mengukuhkan dirinya sebagai pemain serius dalam ekosistem kedokteran nuklir. FloDeg menjadi penanda bahwa Indonesia tak lagi hanya pasar, tetapi produsen yang siap bersaing di kawasan.
“Distribusi perdana FloDeg adalah bukti komitmen kami dalam memperkuat kemandirian bangsa,” ujar Yuliana Indriati, Direktur Pengembangan Usaha Bio Farma, dikutip Sabtu (14/6/2025)
Menurutnya, ini adalah momen historis kali pertama radiofarmaka diproduksi dan didistribusi secara mandiri oleh anak bangsa.
Langkah ini tak bisa dilepaskan dari proyek ambisius Bio Farma membangun fasilitas Cyclotron di Cikarang, diresmikan pada 2024 oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Fasilitas berstandar BPOM dan BAPETEN ini kini menjadi satu dari sedikit pusat produksi radiofarmaka modern di Asia Tenggara. Dari sinilah FloDeg dikirim, disimpan dalam sistem logistik khusus untuk material radioaktif, dan tiba dalam waktu terbatas ke rumah sakit mitra mempertahankan daya aktivitasnya.
Di RS Tzu Chi Jakarta, respons langsung datang dari lapangan. dr. Suriyanto, Direktur Medis, menilai FloDeg unggul dalam akurasi waktu pengiriman dan kualitas zat aktif. Tak hanya itu, dr. Aulia Huda, spesialis kedokteran nuklir, menyebut aktivitas isotopnya justru melebihi ekspektasi klinis.
Di Cirebon, Kamelia Faisal, Direktur Pemasaran Bio Farma, menyebut FloDeg sebagai “simbol transformasi Bio Farma dari produsen vaksin menjadi pelopor teknologi kedokteran nuklir nasional.” Disambut positif oleh dr. Herry Septijanto dari RS Mitra Plumbon, yang telah mengoperasikan layanan PET Scan sejak April 2025, FloDeg dianggap menutup celah selama ini dalam keterbatasan diagnostik kanker di daerah.
Distribusi FloDeg juga tak lepas dari skenario besar Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan kemandirian industri farmasi sebagai isu strategis nasional. Tak lagi tergantung pada vendor luar negeri, Indonesia kini membangun ekosistemnya sendiri, dari produksi hingga distribusi berbasis regulasi nuklir.
FloDeg bisa jadi bukan sekadar produk, tapi cikal bakal perubahan paradigma industri farmasi Indonesia: dari pengguna menjadi penguasa teknologi.***
Discussion about this post