MADANIACOID – Musim haji kali ini, jemaah haji di Mekkah bisa menyaksikan fenomena dimana posisi matahari berada tepat di atas Ka’bah, atau yang lebih dikenal sebagai Istiwa’ A’zam atau Rashdul Kiblat. Fenomena astronomis ini terbilang langka, karena hanya terjadi dua kali dalam setahun.
Bagaimana Rashdul Kiblat Terjadi?
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), secara astronomis bidang ekuator (rotasi) bumi tidak tepat berimpit dengan bidang ekliptika (revolusi) bumi. Sehingga posisi matahari akan selalu berpindah sepanjang tahun, yakni 23,5 derajat ke Utara pada bulan Maret sampai September, dan 23,5 ke Selatan pada bulan September sampai Maret.
Saat Rashdul Kiblat terjadi, nilai azimut matahari sama dengan nilai azimut lintang geografis Masjidil Haram, yakni pada 21° 25’ Lintang Utara. Dengan posisi matahari berada tegak lurus di atas Ka’bah, membuat fenomena ini disebut dengan hari tanpa bayangan (zero shadow). Dengan begitu, setiap benda di bawah matahari akan terlihat seolah tidak memiliki bayangan.
Kapan Rashdul Kiblat Terjadi?
Istiwa’ atau hari tanpa bayangan ini terjadi pada rentang waktu berbeda di setiap wilayah, tergantung letak geografisnya. Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) RI menginformasikan, Istiwa’ A’zam akan terjadi di Mekah pada Selasa, 25 Mei 2024 pukul 12.18 waktu Makkah, bertepatan dengan 19 Zulkaidah 1445 H pukul 16.18 WIB atau 17.18 WITA.
Apa Hikmah dari Fenomena Rashdul Kiblat?
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kemenag RI, Adib mengatakan fenomena Rashdul Kiblat dapat menjadi petunjuk bagi umat Muslim seluruh dunia untuk memverifikasi arah kiblat. “Ini adalah waktu yang tepat bagi kita, umat Muslim Indonesia untuk kembali mengecek arah kiblat,” kata Adib.
Menurut Adib, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan saat hendak melakukan penyesuaian arah kiblat. Pertama, pastikan benda yang menjadi patokan benar-benar berdiri tegak lurus. Kedua, permukaan dasar harus datar dan rata. Ketiga, waktu pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI, atau Telkom.*** (Mahayuna Gelsha Supriyadi)











Discussion about this post