BANDUNG,madania.co.id — Dalam sejarah Islam yang agung, kisah-kisah para sahabat Rasulullah SAW selalu menjadi sumber teladan abadi. Salah satunya terjadi di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA, ketika keadilan, ukhuwah, dan keikhlasan berpadu dalam satu peristiwa yang menggetarkan jiwa.
Suatu hari, dibawa ke hadapan Umar seorang lelaki yang mengakui telah melakukan pembunuhan. Ia tak membantah tuduhan itu. Lelaki tersebut membunuh karena membela diri dari kezaliman yang menimpanya.
Namun sesuai hukum qishas, keluarga korban berhak menuntut balasan atas darah yang tertumpah.
Saat eksekusi hampir dijalankan, lelaki itu memohon kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, beri aku waktu tiga hari saja untuk menunaikan amanah. Ada harta yang harus kusampaikan untuk anak-anak yatim. Demi Allah, aku akan kembali.”
Umar menatapnya dalam, lalu bertanya, “Siapa yang bersedia menjadi penjaminmu?”
Sunyi. Tak seorang pun menjawab. Semua tahu, jika lelaki itu lari, maka si penjamin akan dieksekusi menggantikannya.
Hingga seorang pria maju. “Aku yang menjaminnya,” ucapnya tegas. Umar mengenalnya, dan tahu bahwa ia bukan kerabat sang terdakwa.
Umar setuju. Tiga hari diberikan. Jika ia tidak kembali, sang penjamin akan menggantikan tempatnya di hadapan algojo.
Hari ketiga tiba. Matahari hampir tergelincir. Lelaki itu belum muncul. Suasana mencekam.
Tapi tiba-tiba, dari kejauhan terdengar derap langkah. Terdakwa datang tergesa, tubuhnya basah oleh peluh. Nafasnya tersengal, tapi wajahnya teduh.
Hewan tunggangannya mati di tengah padang pasir. Ia berlari sejauh mungkin demi menepati janji.
Umar menatapnya haru, “Mengapa kau kembali padahal bisa saja kau selamatkan nyawamu?”
Ia menjawab, “Aku tak ingin dianggap pendusta. Jika aku lari, orang-orang akan kehilangan kepercayaan pada janji. Aku ingin ukhuwah ini tetap hidup.”
Lalu Umar berpaling kepada si penjamin. “Mengapa engkau mempertaruhkan nyawamu?”
Sang penjamin berkata, “Aku hanya ingin ukhuwah ini tetap hidup di tengah umat. Jika aku mati, biarlah itu karena cinta karena Allah, bukan karena dendam atau syak wasangka.”
Suasana hening. Tiba-tiba keluarga korban menangis dan berkata, “Jika masih ada manusia seperti kalian, maka dunia ini belum layak binasa. Demi Allah, kami maafkan dia!”
Cinta Karena Allah: Ukhuwah Lebih Berharga dari Nyawa Saudaraku, Beginilah cinta karena Allah:
Ia melampaui logika dunia.
Ia menumbuhkan keberanian, menyalakan harapan, dan menjaga kepercayaan.
Cinta karena Allah bukan tentang hubungan darah atau kepentingan duniawi.
Ia tumbuh dari iman, dipupuk dengan keikhlasan, dan ditegakkan dengan amanah.
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang memelihara ukhuwah dan jujur pada janjinya.”
Mari meneladani para sahabat:
Menjadikan ukhuwah sebagai jalan menuju surga,
Menempatkan kepercayaan sebagai mahkota keimanan,
Dan yakin bahwa di balik persaudaraan yang tulus,
Ada pahala besar yang dirangkai oleh tangan-tangan malaikat.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَحَابِّينَ فِيكَ، الَّذِينَ تُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّكَ
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang saling mencintai karena-Mu, mereka yang akan Engkau naungi pada hari ketika tiada naungan kecuali naungan-Mu.”
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
#CintaKarenaAllah #RenunganJumat #UkhuwahIslamiyah
Discussion about this post