MADANIACOID – Perempuan sering kali mendapat tuntutan sosial untuk mampu melakukan segala sesuatu. Mulai dari memasak, bersih-bersih, merawat anak, mengatur keuangan, merawat diri, dan ekspektasi-ekspektasi lainnya. Stigma yang entah sejak kapan menjamur di masyarakat ini membuat perempuan merasa tertekan karena harus serba bisa. Fenomena ini lebih dikenal sebagai toxic femininity.
Melansir laman Very Well Mind, toxic femininity adalah istilah yang mengacu pada stereotip feminin pada wanita. Selain ekspektasi untuk bisa melakukan banyak hal, perempuan juga sering kali dituntut untuk bersikap lembut dan anggun. Lebih parahnya lagi, perempuan bahkan kerap kali dilarang untuk mempunyai cita-cita tinggi karena pada akhirnya mereka akan menjadi ibu rumah tangga.
Ekspektasi untuk Para Perempuan
Melansir Healthline, terdapat sejumlah asumsi atau ekspektasi untuk para perempuan, diantaranya:
- Meremehkan kemampuan diri perempuan. Berpura-pura tidak tahu cara melakukan sesuatu terlebih yang mengandalkan kekuatan fisik, karena persepsi bahwa wanita itu lemah lembut.
- Dituntut memiliki pasangan pria, karena perempuan dianggap tidak dapat melakukan banyak hal sendirian. Padahal tidak semua perempuan menginginkan suatu hubungan.
- Rasa malu karena tidak memiliki anak. Padahal terdapat kelompok perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak atau mengalami masalah kesuburan.
- Mengorbankan kesehatan diri demi memenuhi harapan masyarakat terhadap wanita. Misalnya mencoba diet yang berisiko atau upaya ekstrem untuk memenuhi standar kecantikan.
- Menghindari konfrontasi dengan laki-laki. Norma gender tradisional mengatakan perempuan harus tunduk pada laki-laki meski tidak setuju dengan pendapat mereka.
- Menilai wanita lain atau mendapat penilaian dari wanita lain karena kurang feminin. Perempuan yang tidak cukup feminin sering kali tidak dihargai karena tidak memenuhi ekspektasi masyarakat.
Bagaimana Cara Menyikapinya
Setelah memahami apa itu feminitas dan ekspektasi-ekspektasinya, Anda mungkin mulai menyadarinya dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli melalui laman Healthline menyarankan beberapa saran untuk menyikapi toxic femininity ini.
Jika Terjadi dalam Diri Anda
- Pertimbangkan dari mana tuntutan itu berasal. Apakah dari orang tua, mertua, teman, kolega, atau media? Mengidentifikasi sumber stigma ini dapat membantu Anda melepaskan diri dari ekspektasi.
- Pertanyakan motivasi Anda. Tanyakan pada diri, apakah benar sifat feminin itu mewakili diri Anda sebelum memutuskan untuk bersikap feminin.
- Latih validasi diri. Misalnya dengan memberi afirmasi positif seperti “tidak memiliki pasangan dan hidup mandiri adalah hal wajar”, “memiliki cita-cita tinggi itu luar biasa”, atau “perasaan saya penting”.
- Perhatikan media yang dikonsumsi. Jika Anda menyadari bahwa apa yang ditonton memperlihatkan toxic femininity, sebaiknya hindari media tersebut dan beralih ke media yang lebih mewakili ekspresi wanita.
Jika Terjadi pada Orang Lain
- Dekati ia dengan rasa kasih sayang. Misalnya jika teman Anda tidak ingin memiliki pasangan, Anda bisa bertanya, “Menurutmu mengapa stigma perempuan agar memiliki pasangan itu mengganggumu?”
- Tanyakan apakah memenuhi ekspektasi masyarakat itu penting baginya, apakah membawa kebahagiaan untuknya dan memenuhi kebutuhannya.
- Tunjukkan pada mereka hidup yang bebas penilaian. Dukung ekspresi dirinya tanpa diwarnai oleh ekspektasi masyarakat. Ingatkan ia tentang hal yang ia sukai dan hargai dirinya.*** (Mahayuna Gelsha Supriyadi)
Discussion about this post