Oleh Karsidi Diningrat
Sejak zaman purba, manusia telah mengenal apa yang disebut dukun. Juga tukang ramal dan ahli nujum yang meramalkan masa datang telah dikenal. Sampai sekarang pun soal dukun tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan kebanyakan orang yang ternyata masih banyak yang mempercayainya. Dukun tidak bisa ditinggalkan bagi mereka yang yakin akan tahayul. Setiap punya hajat, setiap akan punya pekerjaan, ingin kesehatan, mendapat musibah, ingin keselamatan, ingin kesugihan, ingin jodo, ingin kedudukan dan lain-lain, semua akan menanyakan halnya kepada dukun.
Menurut Islam, tidak ada orang atau pihak yang mengatakan bahwa dukun dan ilmu pedukunan itu halal. Kesemuanya berpendapat bahwa dukun dan ilmu pedukunan adalah termasuk larangan agama. Tentu saja apa yang termasuk praktek pedukunan menurut masyarakat belum tentu jelek, karena mungkin ada yang diperlukan oleh masyarakat, umpamanya bila hal itu berhubungan dengan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Namun bila telah disebut nama dukun, maka assosiasi kita telah terpancang dengan segala praktek yang bercampur dengan serba gaib, syetan, tahayul, khurafat dan sebangsanya, bahkan sampai kepada segala sihir. Tentu saja walaupun tidak semua salah menurut masyarakat umumnya, namun bila diteliti dan disesuaikan dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul, hal itu tidaklah benar, disebut dengan syirik dan haram.
Allah subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra’, 17:36). Dalam firman-Nya yang lain disebutkan, “Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.” (QS. Al-Hujurat, 49: 12). Dalam ayat yang lain dinyatakan, “Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan dibelakangnya.” (QS. Al-Jinn, 72: 26-27).
Hukum Mendatangi Dukun
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Barang siapa mendatangi dukun atau paranormal lalu ia mempercayai apa yang ia katakan, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Daud). Dalam hadits yang lain disebutkan, “Barang siapa yang mendatangi dukun lalu menanyakan sesuatu, niscaya salatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.” (HR. Muslim). Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Barang siapa yang mengambil satu bagian dari ilmu nujum, maka ia telah mengambil satu bagian dari sihir.” (HR. Abu Dawud).
Pada hakekatnya orang yang bila ada sesuatu kesulitan lantas lari kepada dukun dan tahayul, bahkan hal inilah sumber kelemahan jiwa. Kembali kepada hal yang tidak rasional, tidak masuk akal, dan jiwanya diserahkan kepada alam tahayul. Dengan demikian, maka dia tidak mempunyai kepribadian yang kuat. Dan akhirnya dia mudah kena sugesti orang lain.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Dan di dalam Kitab Shahih Al-Bukhari, dari Nabi Saw., bahwa beliau pernah ditanya tentang tukang-tukang tebak atau dukun (atau tukang-tukang tenung), maka sabdanya, “Mereka itu tidak ada apa-apa.” Lalu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bahwa mereka itu menceritakan sesuatu terkadang terjadi benar.” Maka sabda Rasulullah Saw., “Hal itu adalah perkataan dari yang hak (Allah, yang disambar oleh seorang jin (atau syetan) lalu ditiupkannya (dipatokan) di dalam telinga pembantunya (yaitu para dukun-dukun) seperti tiupan (atau patokan) ayam betina, lalu mereka campurkan perkataan yang benar itu dengan kedustaan lebih dari seratus.” (HR. Bukhari).
Maka peristiwa yang terjadi pada para dukun adalah para syetan dan bala tentaranya mencari rahasia gaib ke atas langit atau rahasia gaib yang diketahui dari hasil operasinya di dunia ini atas peristiwa yang dialami manusia (di dalam batas-batas kemampuannya). Setelah rahasia itu dimilikinya, maka hal itu dilangsungkannya kepada sang dukun atau para dukun prewangan lantaran syetan yang menjadi rewangnya dukun (syetan yang menjadi sahabat manusia).
Arti prewangan ialah orang yang melakukan praktek pedukunan atau orang yang mempunyai kepandaian menebak dengan jalan mendapat bantuan dari roh halus. Si Fulan adalah seorang dukun prewangan. Artinya si Fulan di dalam menjalankan ilmu pedukunan atau mempraktekannya pedukunan dengan jalan bersahabat dengan roh halus, mendapat bantuan dari roh halus.
Para dukun itu mengandalkan jin untuk memindah dan mengetahui berita. Ada kalanya mencuri pendengaran dan ada kalanya berasal dari qarin seseorang karena di antara keduanya terdapat integritas dan persaudaraan. Dalam hal ini Syaikh Muhammad Hamid al-Faqiy mengatakan bahwa sebenarnya hal itu merupakan persaudaraan dari roh syetan yang mendampingi orang (qarin) dengan roh temannya dari manusia yang jahat. Mereka saling memanggil dan syetan berkata dengan qarin tadi mengenai berita yang ia senangi yang ia terima dari qarin manusia yang lain, begitu seterusnya.”
Jangan Tertipu
Perkara benar atau rahasia yang telah sampai di tangan syetan itu dicampur dengan seratus kedustaan, maka kata-kata sang dukun itu sebenarnya banyak dustanya, atau boleh dikatakan sebagai dusta belaka. Mengingat hadis di atas, maka sebenarnya peristiwa seperti yang dialami sekarang ini telah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw. dahulu, jadi kita tidak usah heran bila kadang-kadang ada perkataan sang dukun kadang-kadang benar. Kita tidak usah dan jangan tertipu.
Menurut Ali Murtadha Ass-Sayyid, ada beberapa tempat tinggal Jin, di antaranya Jin tinggal ditempat yang rusak, usang, dan di kuburan-kuburan. Orang-orang sufi sering menyebut tempat itu masyahid ‘tempat pemandangan’, terutama yang dijadikan tempat perayaan hari-hari raya dan tempat I’tikaf. Hal itu merupakan medium kepada syirik yang mereka dakwahkan. Di sana mereka menipu orang-orang yang dungu dan bodoh dengan pelbagai bantuan yang mereka sangka sebagai sifat yang pengasih. Orang lainnya mengira hal itu sebagai berkah dari wali, padahal sebenarnya hal itu merupakan tipu muslihat syetan yang kebetulan cocok dengan takdir Allah – seperti kesembuhan – untuk menguji mereka. Jin juga tinggal di dalam patung-patung dan barang-barang ajaib. Ia juga mengatakan, “Bersama setiap patung, ada jin perempuan.” Sebagaimana diucapkan oleh Ibnu Hatim ketika menafsirkan firman Allah Swt, “Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syetan yang durhaka.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 117).”
Dengan demikian, beberapa hadits dan atsar, maka haramnya seseorang mendatangi dukun lalu mempercayainya. Jika ia mendatangi dukun dan bertanya kepadanya maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Hukuman ini berlaku bila sekadar mendatangi dukun saja. Jika ia mempercayai dan membenarkannya maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Adapun jika ia mendatangi dukun untuk membongkar kebohongannya dan kedustaannya maka hal itu diperbolehkan. Bahkan terkadang tindakan itu menjadi perbuatan yang terpuji.
Pernujuman (Perbintangan)
Adapun yang dimaksud dengan ahli nujum adalah orang-orang yang mempelajari ilmu perbintangan dan menjadikannya sebagai profesi. Dalam bahasa Arab, kata Tanjim (pernujuman), adalah setimbang dengan kata Taf’il yang berarti usaha mengetahui sesuatu melalui fenomena bintang. Sedang dalam terminologi syariat pernujuman diartikan sebagai upaya mengetahui sesuatu dengan mengikuti syarat bintang-bintang.
Baik Imam Adz-Dzahabi maupun Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan berpendapat bahwa, ilmu nujum (perbintangan) terbagi menjadi dua macam, yaitu:
Pertama , ilmu nujum yang diperbolehkan, yaitu ilmu ta’syiir, Ilmu mengenai peredaran bintang untuk mengetahui musim serta panjang dan pendeknya waktu siang. Ilmu itu merupakan kebutuhan yang diperbolehkan karena manusia menggunakannya untuk kemashlahatan. Lebih lanjut dikatakan Ilmu Tasiir menjadikan keadaan bintang dan benda angkasa sebagai petunjuk penentuan arah mata angin dan letak geografis suatu negara dan semacamnya. Jenis ini dibolehkan dalam islam. Dari sinilah munculnya Hisab Taqwim (penanggalan), pengetahuan tentang puncak atau ujung musim dingin dan panas, waktu-waktu pembuahan (hewan dan tumbuhan), kondisi cuaca, hujan, penyebaran wabah penyakit dan semacamnya.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengambil pancaran sinar dari sekumpulan bintang (menjadikannya sebagai dasar ramalan peristiwa bumi), maka sungguh ia telah mengambil pancaran sinar dari sekumpulan sihir (sama dengan melakukan sihir), dia menambahkannya jika ia menambahkannya.” (HR. Abu Dawud dan sanadnya benar).
Hadis ini mengacu pada bagian kedua yakni ilmu Ta’tsiir. Karena seorang ahli nujum (astrolog) memang biasa menggunakan bantuan syetan dan meyakini apa yang diyakini oleh kaum Shaibah bahwa bintang-bintang itu mempunyai ruh yang aktif, maka mereka menggunakan bantuan syetan untuk menyelesaikan urusan mereka. Atas dasar ini, maka ilmu ini dianggap sebagai bagian dari sihir.
Termasuk dalam kategori ilmu ini ialah ilmu mengenai arah bintang, seperti kutub utara merupakan petunjuk arah utara yang dipergunakan untuk mengetahui arah kiblat dan arah-arah yang lain. Dalam hal ini Allah berfirman, “dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl [16]: 16). Mereka mendapatkan petunjuk di kegelapan daratan dan lautan jika tidak ada mendung yang menutupi bintang, mereka mengambil petunjuk darinya.
Kedua , ilmu ta’tsiir, kebalikan dari ilmu tasyir. Yaitu, menggunakan ilmu perbintangan untuk mengklaim bahwa apa yang terjadi di bumi disebabkan oleh bintang yang ada di langit. Hal ini sebagaimana yang mereka katakan pada zaman jahiliyah, “Kita mendapat petunjuk karena munculnya bintang ini dan ini.”
Lebih lanjut Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, mengatakan bahwa Ilmu ta’tsiir, menjadikan keadaan bintang dan benda angkasa lainnya sebagai dasar penentuan berbagai peristiwa di bumi, baik sebagai sesuatu yang berpengaruh mutlak maupun hanya sebagai isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi. Jika dia percaya bahwa keadaan itu adalah faktor yang berpengaruh mutlak atas peristiwa-peristiwa bumi – baik karena kekuatan internalnya maupun karena izin Allah – maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkat Musyrik Besar dan keluar dari islam. Tetapi jika percaya bahwa keadaan itu merupakan isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi, maka ia dinyatakan sebagai musyrik dengan tingkat Musyrik Kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid.
Inilah ilmu yang diharamkan dan tidak boleh dijadikan sandaran. Tidak ada hubungan antara kejadian di bumi dengan sesuatu yang terjadi di langit. Langit berdiri sendiri, apapun yang terjadi di langit tidak berpengaruh terhadap bumi. Begitu juga bintang-bintang tidak ada hubungannya dengan kejadian-kejadian yang terjadi di bumi.
Atas dasar inilah Islam mengharamkan peramalan serta semua perilaku yang terkait dengannya. Dukun peramal dinyatakan kafir karena ia mengklaim mengetahui kegaiban yang sebenarnya hanya diketahui Allah Swt. Orang yang memanfaatkan jasa dukun peramal dan percaya pada pengetahuannya akan kegaiban juga dinyatakan kafir dengan tingkat Kafir Besar. Sedang orang yang tidak mempercayainya, tetapi mendatangi tempat sang dukun tidak dengan maksud menjadi saksi atasnya atau menyuruh mereka kepada yang makruf atau mencegah mereka dari yang munkar, atau ia mendatangi tempat sang dukun dengan tujuan melaksanakan advisnya karena menganggap itu tidak berbahaya – dimana jika ramalannya ternyata benar berarti ia senang tujuannya tercapai dan jika tidak benar juga tidak apa-apa – juga dinyatakan kafir dengan tingkat Kafir Kecil yang lebih besar dari dosa besar paling besar.
Al-Qur’an telah menyebut beberapa hikmah penciptaan bintang, yaitu: 1) dasar penentuan arah mata angin. 2) Petunjuk bagi musafir dalam menentukan posisi tujuan perjalanan. (QS. An-Nahl, [16]: 16). 3) Sebagai hiasan di langit dunia. 4) Untuk melempar setan-setan yang mencuri berita di langit setelah diutusnya Rasulullah Saw. Sebagaimana firman Allah Swt, “Sungguh Kami telah mengiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan.” (QS. Al-Mulk [67]:5).
Dalam masalah-masalah itu semua, syetan adalah sebagai makhluk gaib yang mempunyai peranan penting di dalam peristiwa-peristiwa gaib dan tahayul, sihir dan azimat, semua itu dijadikan alat dan jalan oleh syetan di dalam menggelincirkan ummat manusia ke arah jalan yang sesat. Syetan sebagai tertuduh dalam keterlibatan peristiwa ini. Jadi keterlibatan syetan memang telah kita ramalkan dan dengan bukti-bukti dari agama, namun bila manusia dapat digoda syetan, hal itu bukan hanya syetanlah yang bersalah, tetapi manusia yang telah diberi akal oleh Tuhan dan bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul juga ikut bertanggung jawab atas kesalahannya itu.
Dengan demikian, ramalan para dukun tentang masa depan yang masih gaib itu adalah klaim ilmu yang bohong belaka. Mereka – dengan menyebarkan khurafat, sihir dan perdukunan – sebenarnya hendak mengeksploitasi kebodohan dan kesahajaan masyarakat awam untuk merampas harta mereka dengan cara batil. Wallahu a’lam bish-shawwab. ***
Discussion about this post