
Madania.co.id, Myanmar – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden melalui pejabat senior Departemen Luar Negeri menyatakan pengambilalihan militer di Myanmar sebagai Kudeta. Hal ini menyebabkan pengehentian bantuan luar negeri Amerika Serikat kepada Myanmar. Biden juga mengecam akan mengembalikan sanksi Amerika Serikat kepada Myanmar yang sebelumnya dicabut pada masa pemerintahan Obama.
Pada sesi debatnya tahun lalu, Biden mengatakan akan memulihkan kepemimpinan Amerika Serikat dalam hal demokrasi dan hak asasi manusia setelah 4 tahun menerapkan “American First” pada masa pemerintahan Trump.
Dilansir dari abcnews.go, pada Senin (1/3) militer mengambil alih kekuasaan, melantik Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing dan memberlakukan kondisi darurat selama satu tahun. Selain itu, militer juga menuduh adanya kecurangan yang dilakukan partai Suu Kyi atas kemenangannya di pemilu baru-baru ini dan membuat partai yang didukung militer kalah telak. Namun Komisi Pemilihan Negara Myanmar tidak menembukan bukti terhadap dugaan tersebut.
“Perebutan kekuasaan militer di Burman, pnehanan Aung San Suu Kyi dan pejabat sipil lainnya serta deklarasi keadaan darurat nasional adalah serangan tehadap transisi negara menuju demokrasi dan supremasi hukum” ujar Biden.
Pembekuan Bantuan Untuk Pemerintah Myanmar
Mengetahui adanya pengambil alihan kekuasaan oleh militer, pemerintah Amerika Serikat belum melakukan kontak dengan pimpinan militer. Namun Amerika Serikat telah membekukan bantuan yang diberikan langsung kepada pemerintah Myanmar yaitu sebanyak $109 Juta. Sejak 1986, undang-undang Amerika Serikat telah mengatur pembatasan terhadap bantuan asing jika militer di satu negara melakukan penggulingan terhadap pemerintahan yang terpilih.
“Amerika Serikat mencabut sanksi terhadap Burma pada dekade terakhir demi kemajuan demokrasi Myanmar. Hal ini akan segera ditinjau sesuai undang-undang dan otoritas sanksi kami, diikuti tindakan yang sesuai dengan hasil tinjauan tersebut” ujar Biden.
Berbeda dengan Biden, Pejabat Depatemen Luar Negeri, Derek Mitchell menolak tinjauan tersebut, ia berpendapat situasi kemanusiaan di Myanmar sudah sangat darurat. Sebab jutaan orang telah mengalami kemiskinan pada tahun lalu akibat pandemi virus corona dan keruntuhan ekonomi yang dialami Myanmar. Sehingga kemungkinan keputusan yang diambil Biden tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap rakyat Burma.
Selain krisis kemanusiaan akibat kemiskinan, militer Myanmar dibawah komando Min Aung Hlaing juga melakukan pengusiran terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya sejak Agustus 2017. Militer memulai kampanye untuk mengusir Rohingya, membunuh ribuan orang, memperkosan wanita, membakar desa dan merebut tanah. Etnis Rohingya telah mengalami penganiayaan dan penindasan selama beberapa dekade.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menanggapi bahwa kampanye tersebut harus diselidiki sebagai genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal ini didukung Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, Museum Peringatan Holocaust AS dan suara tokoh lainnya. Saat ini kasus etnis Rohingya sedang menunggu untuk diselidiki di Mahkamah Internasional Den Haag. (Fan)
Discussion about this post