MADANIACOID – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat menargetkan bisa mengintervensi 207.189 keluarga berisiko stunting (KRS) di Jawa Barat melalui Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting). Per Januari 2025, Genting baru berhasil menyasar 2.670 KRS atau sekitar 1 persen saja.
Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kukuh Dwi Setiawan mengungkapkan hal itu saat menjadi narasumber Forum Perangkat Daerah Urusan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat di Auditorium Smart Building Universitas Komputer Indonesia (Unikom), Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, pada Kamis 13 Februari 2025. Upaya tersebut dilakukan melalui kolaborasi multipihak dengan melibatkan unsur pemerintah, swasta, media, akademisi atau lembaga pendidikan, dan komunitas.
“Sekadar mengingatkan kembali bahwa stunting disebabkan faktor multidimensi. Mulai praktik pengasuhan yang kurang tepat, terbatasnya layanan kesehatan dan pembelajaran dini berkualitas, kurangnya akses terhadap makanan bergizi, dan kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi. Karena itu, penanganannya tidak bisa dilakukan sendirian. Butuh kolaborasi multipihak,” ungkap Kukuh.
Kukuh menjelaskan, Genting merupakan transformasi gerakan serupa yang dilaksanakan sebelumnya dengan label Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) atau Bunda Asuh Anak Stunting. Kukuh tidak memungkiri program tersebut berjalan secara sporadis. Kini lebih terstruktur dan sistematis dengan melibatkan tim pengendali mulai tingkat pusat hingga kecamatan dan pelaksana di desa atau kelurahan.
“Dari program, jadi gerakan,” Kukuh menegaskan.
Tim pengendali pusat, terang Kukuh, bertugas menyusun kebijakan teknis dan tata kelola. Kemudian, melakukan koordinasi teknis dengan Kementerian dan lembaga terkait, melakukan promosi dan kerjasama tingkat nasional dengan mitra pentahelix, serta melakukan pemetaan sasaran, potensi mitra, dan mengembangkan sistem informasi. Di Tingkat provinsi, tim pengendali melakukan koordinasi teknis pelaksanaan kebijakan dan promosi serta kerjasama tingkat provinsi. Tim pengendali juga melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan di tingkat provinsi serta memberikan umpan balik kepada orang tua asuh mengenai pelaksanaan program.
“Proses pengendalian berlangsung sesuai tingkatan pemerintahan. Bahkan, tim pengendali melibatkan kader Dashat dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) di masyarakat. Kader Dashat bertugas menerima data sasaran dan bantuan, menentukan menu dengan tenaga gizi, menyediakan bahan pangan lokal, mengolah dan mengemas makanan, dan membagikan makanan kepada sasaran. Adapun TPK bertugas memastikan distribusi bantuan tepat, melaksanakan KIE, pendampingan, pencatatan dan pelaporan Genting melalui SIGA,” terang Kukuh.
Lebih jauh Kukuh menjelaskan, Jawa Barat memiliki 1.665.674 KRS. Dari jumlah tersebut, 903.445 keluarga di antaranya tidak memiliki jamban layak dan 191.518 keluarga tidak punya sumber air minum layak. Nah, BKKBN Jabar membidik 207.189 menjadi sasaran Genting. Secara keseluruhan, jumlah KRS tersebar proporsional di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat seiring tingginya jumlah penduduk di daerah tersebut.
“Kabupaten Bogor sebagai daerah dengan jumlah penduduk tertinggi memiliki target 25.563 keluarga sasaran. Kabupaten Bandung sebanyak 17.135 keluarga, Kabupaten Garut sebanyak 17.489 keluarga, Kabupaten Cianjur sebanyak 16.956 keluarga. Pada umumnya kabupaten dengan jumlah penduduk banyak memiliki target KRS banyak pula,” jelas Kukuh.
Menurutnya, implementasi Genting di Jawa Barat berupaya memadukan paket nutrisi dan edukasi. Dampak yang diharapkan berupa terpenuhinya asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan dan perubahan perilaku keluarga dalam bentuk pola pemenuhan gizi dan pola asuh. Tujuannya akhirnya tidak ada lagi kasus stunting baru di Jawa Barat. ***
Discussion about this post