Madania.co.id, Bandung – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengimbau Arteria Dahlan agar segera meminta maaf kepada masyarakat Sunda yang berada di berbagai daerah se-Nusantara.
Adapun, hal tersebut dilatarbelakangi lantaran pernyataan Arteria yang mengkritik kepala kejaksaan tinggi (kajati) karena menggunakan bahasa Sunda dalam sebuah rapat, saat Komisi III DPR RI melakukan rapat kerja bersama Kejaksaan Agung (Kejagung), di ruang rapat Komisi III DPR, Jakarta, Senin (17/1/2022) lalu.
“Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf ya kepada masyarakat Sunda di nusantara ini, tapi kalau tidak dilakukan pasti akan bereskalasi karena sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya, jadi saya berharap itu dilakukan,” ujar Kang Emil, dalam keterangan yang diterima, Rabu (19/1/2021).
Melukai Kebhinekaan
Kang Emil menilai pernyataan yang dilontarkan anggota DPR melukai kebhinekaan NKRI. Maka dari itu, ia mengingatkan Arteria Dahlan dengan cara baik-baik karena sejatinya orang Sunda itu memiliki sifat silih asih silih asah silih asuh.
“Menurut saya kekayaan, keberagaman makanya Pancasila Bhineka Tunggal Ika itu mewakili semangat itu. Jadi kalau ada yang rasis seperti itu menurut saya harus diingatkan tentunya dengan baik-baik dulu,” paparnya.
Kendati demikian, Kang Emil menyesali perbuatan yang telah dilakukannya karena telah melukai sebagian besar warga Sunda di seluruh Indonesia.
Terkait bahasa daerah, ia menyebut merupakan kekayaan nusantara yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan patut untuk dilestarikan.
“Jadi saya menyesalkan statement dari Pak Arteria Dahlan terkait masalah bahasa ya, yang ada ratusan tahun, ribuan tahun menjadi kekayaan Nusantara ini,” tuturnya.
Melestarikan Bahasa Daerah
Dalam beberapa agenda kunjungan kerja ke berbagai provinsi di Indonesia, Kang Emil sering melafalkan bahasa daerah di sela sambutannya. Hal itu dilakukan guna melestarikan bahasa daerah agar tetap ada hingga anak cucu kita di masa depan.
“Saya sudah cek ke mana-mana, media bisa buktikan saya kira tidak ada di rapat yang sifatnya formal dari A sampai Z bahasa Sunda. Yang ada itu ucapan selamat pembuka pidato atau penutup pidato atau di tengah-tengah ada celetukan celetukan yang saya kira wajar-wajar saja kan begitu,” ujarnya.
“Makanya harus ditanya mana buktinya yang membuat tidak nyaman. Bayangan saya kelihatan tidak seperti yang disampaikan persepsinya seperti itu. Seperti di sini kan saya akhiri ‘Matur Suksma’ aya ke Aceh saya bilang ‘Teurimong Geunaseh’ kan begitu, saya ke Jogja kemarin bilang ‘Matur Nuwun’ Pak Sultan dan sebagainya, itu kan malah keren,” ungkapnya.
Ia berharap kejadian seperti ini tidak menimbulkan perbedaan sebagai perdebatan. Melainkan daripada itu, melihatnya dari sisi keberagaman dan sebagai kekayaan bahasa daerah di Indonesia.
“Kita ini terbagi dua dalam melihat perbedaan, ada yang melihat perbedaan itu sebagai kekayaan, sebagai rahmat. Saya berharap mayoritas kita melihat perbedaan seperti itu. Ada yang melihat perbedaan sebagai sumber kebencian. Itu yang harus kita lawan,” tandasnya. (mrf)
Discussion about this post