
Madania.co.id, Sri Lanka- Beberapa hari terakhir, Muslim Sri Lanka turun ke jalan untuk protes/berdemo, dengan harapan bisa mengubah kebijakan pemerintah agar korban covid-19 dikuburkan saja.
Jauh sebelum wabah covid-19, upacara pemakaman umat Islam bukanlah masalah bagi kelompok mayoritas Buddha dan Hindu di negara itu yang mempraktikkan kremasi (pembakaran mayat).
Bahkan ketika pandemi datang pada Maret tahun kemarin, Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan yang mengizinkan pemakaman Muslim bagi mereka yang terinfeksi.
Namun semuanya berubah, ketika penyakit itu merenggut korban Muslim pertama Mohammed Jamal dari kota Negombo, lalu petugas RS pada Senin (30/03/20), mengkremasinya tanpa persetujuan istri dan anak-anaknya.
Dikutip laman Iqna (05/01/21), pada 11 April lalu tiba-tiba kebijakan pemerintah berubah bahwa proses kremasi wajib bagi semua orang yang meninggal akibat virus corona, terlepas dari keyakinan mereka.
“Muslim Sri Lanka tidak takut mati tetapi mereka trauma dengan aturan kremasi paksa,” kata aktivis hak asasi Shreen Saroor kepada Arab News, Minggu (03/01).
Protes telah diadakan di semua kota besar. Sebelumnya pada Kamis (31/12), demonstrasi menentang kremasi paksa dilakukan di dekat krematorium utama di Kolombo.
Sementara pada Minggu kemarin (03/01), para demonstran melakukan hal serupa di Killionochi, sebuah kota yang didominasi Tamil di utara.
Warga Sri Lanka yang berada di luar negeri juga ikut bersuara, dengan unjuk rasa yang diadakan di Washington pada Sabtu (02/01) oleh Sri Lanka United (SLU), sebuah kelompok diaspora di AS.
“Sri Lanka telah mewajibkan semua korban covid-19 dikremasi, hal ini melanggar pedoman yang ditetapkan oleh WHO dan pakar ilmiah lainnya,” Mizli Rifki dari SLU.
“Mereka dengan tegas mengatakan bahwa sama sekali tidak ada bahaya kesehatan dalam menguburkan para korban menurut keyakinan agama mereka,” tambah Mizli Rifki.
Kelompok internasional, termasuk Organisasi Kerja Sama Islam (OIC), Uni Eropa, Amnesty International, dan badan HAM PBB juga telah berulang kali mengirim permintaan ke Kolombo untuk mempertimbangkan kembali kebijakan kremasinya.
Peninjauan Pedoman Kremasi Virus Corona
Menurut mantan Menteri Pemberdayaan Sosial, Seyed Ali Zahir Mowlana, tekanan yang meningkat telah mendorong pemerintah untuk membentuk komite dalam meninjau pedoman kremasi virus corona.
“Representasi dari komunitas dan organisasi lokal, ditambah dengan serangkaian permintaan dari badan internasional dan warga negara Sri Lanka di luar negeri telah mendorong pemerintah untuk menunjuk 11 anggota komite ahli dalam menyelidiki masalah tersebut,” katanya.
Dikarenakan Mahkamah Agung Sri Lanka menolak 11 petisi yang diajukan oleh umat Islam atas aturan kremasi, para aktivis mulai khawatir bahwa kebijakan tersebut belum tentu diinformasikan oleh pertimbangan ilmiah.
Kolese Dokter Komunitas Sri Lanka (CCPSL) dan Asosiasi Medis Sri Lanka (SLMA) mengatakan berdasarkan informasi ilmiah yang tersedia, penguburan dapat diizinkan berdasarkan pedoman yang ketat.
Namun, sebagian besar pakar kementerian berpendapat bahwa kremasi adalah pilihan yang aman untuk mencegah penyebaran virus.
“Semua negara lain telah memberikan opsi untuk penguburan jenazah yang terinfeksi virus corona,” kata aktivis HAM Muheed Jeeran.
“Ini adalah diskriminasi mencolok terhadap komunitas Muslim di Sri Lanka,” tegasnya. (dzk)
Discussion about this post