Bandung, madania.co.id – Revitalisasi Situ Ciburuy di Kabupaten Bandung Barat kembali memunculkan luka lama: rakyat kecil yang harus menanggung ongkos kebijakan.
Sekitar 12 keluarga di bantaran situ terpaksa kehilangan rumah dan tempat usaha mereka setelah Pemerintah Provinsi Jawa Barat memutuskan melakukan pembongkaran bangunan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), berjanji menanggung biaya kontrakan rumah selama setahun bagi warga yang tergusur.
“Beri saya waktu untuk mencari solusi, sambil warga kami beri kontrakan rumah selama setahun,” kata Dedi, dikutip Senin (22/9/2025). Namun janji itu jauh dari kepastian: rumah kontrakan hanya bersifat sementara, tanpa jaminan solusi permanen dalam waktu dekat.
Ironisnya, kebijakan ini lahir di atas nama ekologi. Pemprov berdalih revitalisasi dilakukan demi mengembalikan fungsi Situ Ciburuy sebagai kawasan resapan dan pariwisata.
Kepala Dinas SDA Jabar, Dikky Ahmad Sidik, menyebut daya tampung situ seluas 25 hektare saat ini hanya termanfaatkan 15 hektare. “Selain pembongkaran, kita juga akan mengeruk situ agar daya tampungnya kembali normal,” ujarnya.
Namun di balik jargon pelestarian lingkungan, ada kisah getir. Warga di 10 RW terdampak mengaku tak menolak normalisasi, tetapi menjerit karena biaya pindah tak disiapkan.
“Mereka sudah menerima kebijakan tersebut, namun mereka mohon pengertian dari pemerintah untuk biaya kepindahan,” kata Kepala Desa Ciburuy, Firmansyah.
Revitalisasi yang seharusnya menjadi proyek penyelamatan lingkungan justru memperlihatkan wajah lama: pemerintah cepat dalam menggusur, tapi lambat mencari solusi berkeadilan.
Pertanyaannya, apakah revitalisasi ini benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau justru mengorbankan rakyat itu sendiri?











Discussion about this post