MADANIACOID – Setelah lebih dari 15 bulan perang yang menghancurkan Gaza, ribuan warga Palestina mulai kembali ke utara Gaza pada Senin (27 Januari 2025), mengikuti perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani antara Israel dan Hamas.
Dikutip dari Aljazera, kembalinya warga Palestina ini terjadi setelah pembukaan koridor khusus yang memungkinkan mereka untuk kembali ke daerah yang telah lama mereka tinggalkan akibat serangan militer Israel.
Perjalanan kembali ini penuh dengan campuran perasaan: kebahagiaan karena dapat kembali bertemu dengan keluarga dan tanah air mereka, namun juga kesedihan yang mendalam saat melihat kondisi rumah dan lingkungan yang telah hancur. Banyak dari mereka yang mengungsi selama perang, sebagian besar tinggal di kamp pengungsian sementara, menunggu kesempatan untuk kembali ke rumah mereka.
Pada pagi hari Senin, ribuan warga Palestina memulai perjalanan mereka dari daerah pengungsian menuju utara Gaza. Beberapa dari mereka menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki melalui jalan-jalan yang dibuka Israel, seperti al-Rashid Street, yang sempat rusak akibat perang. Di sepanjang perjalanan, terlihat perasaan campur aduk antara kegembiraan dan kesedihan.
“Ini hari yang sangat emosional,” kata Sabrine Zanoun, seorang perempuan berusia 44 tahun yang kembali ke rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa.
“Kami sangat senang bisa berkumpul lagi dengan keluarga, tapi ini juga sangat menyedihkan karena rumah kami telah hancur. Dulu, orang-orang datang ke sini untuk menikmati pemandangan, sekarang yang ada hanya puing-puing.” katanya.
Beberapa dari mereka yang kembali ke Gaza City, seperti Wafaa Hassouna, merasa hancur karena rumah mereka tidak lagi ada. “Kami sangat bahagia bisa kembali, tapi saya juga merasa sangat sedih karena tahu rumah saya sudah hancur,” katanya saat berada di dekat pos pemeriksaan. “Kami kembali ke rumah yang sudah hilang, dan saya tidak tahu bagaimana harus memulai kembali.”
Lebih dari 200.000 orang dikabarkan telah berhasil melintasi koridor yang dibuka oleh Israel dalam waktu dua jam pada hari Senin, meskipun tidak semua orang kembali ke rumah yang utuh. Banyak yang menemukan rumah mereka sudah rata dengan tanah, sementara yang lainnya hanya bisa kembali ke tenda sementara setelah kehilangan tempat tinggal mereka. Sebagai contoh, Lubna Nassar yang kembali ke Gaza City menemukan bahwa rumahnya telah hancur, namun dia dan anak-anaknya merasa beruntung bisa bertemu kembali dengan suaminya yang selamat dari perang.
Hamas, yang merupakan kelompok yang memerangi Israel di Gaza, menyambut kembalinya warga Palestina ini sebagai kemenangan. Dalam sebuah pernyataan, Hamas menekankan bahwa kembalinya para pengungsi ini menunjukkan kegagalan Israel dalam upayanya mengusir warga Palestina dari tanah mereka. “Kembalinya mereka adalah kemenangan bagi rakyat Palestina, dan bukti bahwa upaya pendudukan Israel gagal,” kata juru bicara Hamas.
Namun, perjalanan ini tidak tanpa tantangan. Beberapa orang yang kembali melaporkan kesulitan dalam perjalanan mereka, termasuk banyak yang berjalan kaki melintasi pasir dan medan yang sulit dilalui, bahkan beberapa menggunakan kursi roda dan dorongan bayi yang terjebak dalam pasir. Subhiyeh Mohammad, seorang wanita tua yang sedang dalam perjalanan kembali ke rumah, mengatakan, “Anak-anak kami hilang, suami kami hilang, rumah kami hancur. Saya hanya membawa apa yang saya tiduri.”
Meski ada kebahagiaan atas kesempatan untuk kembali, banyak orang juga merasakan kepedihan yang mendalam. Saadiya AbdulAl, seorang ibu yang kembali ke utara Gaza dengan membawa kereta kuda yang penuh, mengatakan bahwa dia merasa hancur karena kehilangan anak-anak dan seluruh keluarganya yang gugur dalam serangan di Gaza City. “Saya kembali, tapi saya berharap saya tidak perlu kembali. Anak-anak saya sudah pergi, dan saya merasa tidak ada lagi yang tersisa.”
Situasi ini semakin kompleks dengan ketegangan internasional yang meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar Palestina dipindahkan ke negara-negara tetangga seperti Yordania dan Mesir. Meski begitu, usulan ini mendapat penolakan keras dari pemerintah Yordania dan Mesir, serta pemimpin Palestina yang melihatnya sebagai bentuk pemindahan paksa yang akan menghapus hak mereka atas tanah mereka sendiri. Organisasi hak asasi manusia juga mengutuk usulan ini sebagai bentuk pembersihan etnis.
Kembali ke Gaza, meskipun sebagian besar wilayah utara hancur, mereka yang kembali tetap berharap bisa memulai kembali hidup mereka. Namun, dengan fasilitas yang rusak dan minimnya akses ke kebutuhan dasar seperti air, listrik, dan layanan medis, banyak yang merasa masa depan mereka di Gaza masih penuh ketidakpastian.*** (Lutfi Abdullatif)
Penulis adalah mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung dari Jurusan Bahasa dan Sastra
Sumber :
https://www.aljazeera.com/news/2025/1/27/palestinians-return-to-north-gaza-after-over-a-year-hamas-hails-victory
https://www.bbc.com/news/articles/c1dgqn7nq0no
https://edition.cnn.com/2025/01/27/middleeast/palestinians-return-north-gaza-intl-hnk/index.html
Discussion about this post