Oleh Karsidi Diningrat
Bani Israil adalah kaum yang Menodai Kesucian Kitab Suci
Karakteristik Bani Israil lainnya yang ditegaskan oleh Al-Qur’an adalah bahwa mereka suka mempermainkan ayat Tuhan dengan menafsirkannya sekehendak hati mereka atau menambah, mengurangi, bahkan menghapus ayat-ayat Tuhan tersebut.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, ‘Kami mendengar’, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka menyatakan pula), ‘Dengarlah’, sedangkan (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengarkan apa pun. Dan (mereka mengatakan), ‘raa’ina’, dengan memutarbalikan lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, ‘Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami’, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Tetapi, Allah melaknat mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’, 4: 46).
Dan, ‘Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempat-tempatnya,” (QS. Al-Maidah, 5: 13). “Mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari makna sebenarnya.” (QS. Al-Maidah, 5: 41).
Allah SWT juga berfirman, “Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya? (QS. Al-Baqarah, 2: 75).
Ini menunjukkan bahwa distorsi itu mereka lakukan dengan sengaja dan dengan perencanaan sebelumnya. Karena itu, jadilah kata “Israil” sebagai cap atas tingkah laku Bani Israil yang suka berdusta, merekayasa, memalsukan, melakukan penafsiran yang salah, dan lain-lain.
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan bahwa Ahli Kitab sebenarnya mengetahui apa yang datang kepada Muhammad Saw., yaitu kebenaran. Sebab, masalah tersebut tercantum dalam kitab asli mereka, sebagaimana Allah berfirman, “… dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka; dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah, 2: 144).
Dan firman-Nya yang lain, “Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya)? Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan kamu menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (QS. Ali Imran, 3: 70-71).
HAMKA mengatakan dalam menafsirkan ayat 70, ‘ayat ini adalah teguran kepada ahlul-kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah melihat di dalam Taurat sendiri tanda-tanda bahwa Nabi Muhammad Saw akan datang di akhir zaman, menyempurnakan isi kitab Taurat itu. Demikian pula keterangan yang dibawa oleh Nabi Isa AS di dalam Injil. Mereka telah bertemu tanda-tanda itu di dalam kitab-kitab mereka, dan mereka telah menyaksikan sendiri persesuain tanda-tanda itu. Dengan alasan apa mereka tolak kerasulan Muhammad, padahal kesaksiannya sudah terang? Kalau bukan karena pengaruh dengki dan pengaruh karena agama telah dijadikan golongan, sehingga tidak ada lagi penilaian kepada kebenaran. Padahal bertambah lama bukanlah bertambah suram cahaya Risalat dan Nubuwwat Muhammad itu, melainkan bertambah terang.’
Bani Israil, Kaum Pengkhianat dan Pemungkir Janji
Di antara karakter kejiwaan yang sangat jelas dari Bani Israil adalah kebiasaan melanggar perjanjian (khianat) dan mungkir janji. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman.” (QS. Al-Baqarah, 2: 100).
Allah SWT berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang terikat perjanjian dengan kamu, kemudian setiap kali berjanji mereka mengkhianati janjinya, sedang mereka tidak takut (kepada Allah),” (QS. Al-Anfal, 8: 56) dan, “Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. Maka (Kami hukum mereka), karena mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah.” (QS. An-Nisa’, 4: 154-155).
Juga Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami mendengarkan tetapi kami tidak mentaati.” Dan diresapkanlah ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekafiran mereka. Katakanlah, “Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh kepercayaanmu kepadamu jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Al-Baqarah, 2: 93).
Dan Allah berfirman lagi, “Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraidah) yang membantu mereka (golongan-golongan yang bersekutu) dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepadamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab, 33: 26-27).
Bani Israil, Kaum Superioritas di Satu Sisi, Tapi Hina , Lemah, dan Pengecut di Sisi Lain
Al-Qur’an menjelaskan dua karakteristik yang saling bertentangan, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad) ‘Wahai orang-orang Yahudi! jika kamu mengira bahwa kamulah kekasih Allah, bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Jumu’ah, 62: 6).
Sesungguhnya Allah telah memilih Bani Israil dan mengutamakannya di atas segala bangsa sebagai cobaan dan ujian bagi mereka. Namun, mereka memahaminya sebagai sebuah prioritas etnis dan pengutamaan rasial serta keturunan dari Tuhan. Untuk itu Allah SWT berfirman, “Orang Yahudi dan Nasrani berkata, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.’ Katakanlah, ‘Mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? Tidak, kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang Dia ciptakan.” (QS. Al-Maidah, 5: 18).
Ketika Nabi Musa as mengajak mereka memasuki Baitul Maqdis, mereka takut dan berpaling ke belakang. Allah SWT berfirman, “Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang merugi.” (QS. Al-Ma’idah, 5: 21). Apa jawaban para penakut itu, “Mereka berkata, ‘Wahai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam, kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk.” (QS. Al-Maidah, 5: 22). Kemudian mereka berkata lagi, “Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.’ (QS. Al-Maidah, 5: 24).
Nabi Musa as telah berupaya menghimpun semangat dan tekad mereka untuk memasuki tanah suci (Palestina) yang telah ditetapkan dan dijanjikan Allah untuk mereka, akan tetapi mereka tetap diam di tempat, bahkan mundur ke belakang karena takut. Itu adalah karena mereka bersifat cinta dunia dan takut mati. Allah berfirman, “Manusia yang paling tama akan kehidupan (dunia).” (QS. Al-Baqarah, 2:96) dan, “Tetapi mereka tidak akan mengingini kematian itu sama sekali, karena dosa-dosa yang telah dilakukan tangan-tangan mereka.” (QS. Al-Baqarah, 2: 95).
Dengan adanya kedua sifat ini (cinta dunia dan takut mati), maka mereka tidak akan takut berperang melawan orang lain kecuali dengan adanya persenjataan lengkap dan perlindungan yang mapan. Allah SWT berfirman, “Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok.” (QS. Al-Hasyr, 59: 14).
Dan kepada mereka akan selalu ditimpakan kehinaan oleh Allah dikarenakan keingkaran dan kejahatan mereka sendiri. Allah SWT berfirman, “Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2: 61). Dalam firman-Nya yang lain dinyatakan, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali Imran, 3: 112).
Bani Israil, Diperintah untuk Bertaubat
Bagaimana pun Allah Maha Penyayang dan Mahamulia. Inilah sebagian dari kepribadian mereka. Meskipun para Ahli Kitab telah menyelewengkan kebenaran Taurat ini, baik berupa penyelewengan lafaz dengan melakukan penambahan, pengurangan, penghapusan dan perubahan pada tempat-tempat tertentu, maupun berupa penyelewengan makna. Dan mereka telah dirasuki oleh kecintaan kepada menyembah anak sapi, kenikmatan menyembah berhala, dan ketamakan dalam berbuat syirik dan berbuat keji. Mereka tentu lebih mengetahui diri mereka yang sebenarnya, kekafiran, kemusyrikan, kekerasan hati, kebebalan, sifat keras kepala, kedurhakaan serta kefasikan mereka. Allah tetap memerintahkan kepada mereka agar bertaubat.
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab! Berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu, sebelum Kami mengubah wajah-wajah (mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami laknat mereka sebagaimana Kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabat (Sabtu). Dan ketetapan Allah pasti berlaku.” (QS. An-Nisa’, 4: 47).
Seandainya mereka beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan kepada rasul-rasul-Nya, pasti Allah akan mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertaqwa, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka dan mereka tentu Kami masukkan ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan-Nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada sekelompok yang jujur dan taat. Dan banyak di antara mereka sangat buruk apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah, 5: 65-66). “… Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imran, 3:110). Wallahu al’lam bish-shawwab.***
– Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
– Wakil Ketua 1 Majelis Pendidikan Pengurus Besar Al-Washliyah.
Discussion about this post