Oleh Drs. H. Karsidi Diningrat, M.Ag
SALAH satu perbuatan keji adalah liwath atau homoseks. Oleh karena itu hendaklah kita menjauhkan diri dari perbuatan tersebut karena merupakan perkara yang keji dan membinasakan diri, sedang dosanya sangat besar. Allah swt. telah mengingatkan kita tentang kehancuran yang ditimpakan atas kaum Luth, ketika mereka melakukan perbuatan yang keji itu, sedang mereka keras kepala dan tetap tidak mau berhenti manakala diperingatkan.
Allah Swt. berfirman, “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar; yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zhalim.” (QS. Hud, 11: 82-83).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, yang maksudnya, “Perkara yang amat aku bimbangkan terjadi atas umatku ialah, perbuatan keji yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth”, yaitu liwath (homoseksual).
Sekali peristiwa, ada dua orang lelaki yang sedang melakukan hubungan homoseks di dalam sebuah rumah, dan secara kebetulan, di atas atap rumah itu ada sebongkah batu, sisa-sisa batu yang pernah ditimpakan Allah atas kaum Luth dahulu. Tiba-tiba, batu itu pun memanas dan membakar atap rumah itu, sehingga atap dan batu itu pun menimpa kedua orang yang sedang melakukan perbuatan keji itu, maka matilah keduanya. Manakala berita ini disampaikan kepada para salaf, mereka pun mengatakan, “Amat besar apa yang difirmankan Allah di dalam kitab-Nya, yaitu, “Siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zhalim”.
Rasulullah Saw. telah bersabda di dalam sebuah hadits yang lain, “Allah swt. telah melaknati tujuh orang dari makhluk—Nya dari atas tujuh lapis langit”. Kemudian, beliau mengulang-ngulang laknat itu tiga kali atas seorang di antara mereka, manakala yang lain cukup dengan satu laknat saja. Beliau bersabda, “Orang yang meniru perbuatan keji kaum Luth itu dilaknati. Orang yang meniru perbuatan keji kaum Luth itu dilaknati. Orang yang meniru perbuatan keji kaum Lut itu dilaknati. Orang yang menyetubuhi binatang dilaknati. Orang yang mendurhakai kedua ibu-bapaknya dilaknati. Orang yang mengawini seorang wanita bersama anak perempuannya dilaknati. Orang yang merubah batasan-batasan Allah dilaknati. Orang yang mendakwa keturunan orang lain dilaknati.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Rasulullah Saw. melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari). Dalam hadits yang lain disebutkan, “Allah telah melaknat kaum wanita yang menyerupai kaum lelaki, dan kaum lelaki yang menyerupai kaum wanita.” (HR. Turmudzi). Haram meniru-niru perilaku lawan jenis. Pelakunya dilaknat oleh Allah Swt.
Pada asalnya seluruh perkara yang terkait adat kebiasaan hukumnya boleh, tidak ada yang diharamkan Allah kecuali apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, adakalanya karena dzatnya seperti sesuatu hasil rampasan (maghshub), atau karena ia keji bagi kaum laki-laki atau kaum perempuan, atau dikarenakan adanya pengkhususan kehalalan bagi salah satu jenis kelamin, seperti syari’at menghalalkan emas dan sutra khusus bagi kaum perempuan dan mengharamkannya bagi kaum laki-laki atau sebaliknya bersifat umum dalam berpakaian, berbicara, dan dalam perkara-perkara lainnya.
Dalam pandangan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menganalisis dua hadits di atas (HR. Bukhari dan Turmudzi) hal ini meliputi tiga macam: Pertama, musytarak (berserikat) antara kaum laki-laki dan perempuan dalam berpakaian dan lainnya. Hal ini boleh karena dua alasan; sebab pada asalnya adalah halal, dan karena tidak ada tasyabuh. Kedua, hanya dikhususkan bagi kaum lelaki, dan haram bagi kaum perempuan. Ketiga, hanya dikhususkan bagi kaum perempuan dan haram bagi kaum lelaki.
Hikmah dari larangan tasyabuh (meniru, mencontoh) adalah bahwa Allah Ta’ala menjadikan kaum lelaki berkedudukan lebih tinggi di atas kaum wanita beberapa derajat, menjadikan mereka sebagai pemimpin wanita, dan membedakan mereka dari kaum perempuan dengan beberapa perkara yang bersifat takdir dan syar’i. Tegaknya perbedaan ini dan lebih utamanya kaum lelaki daripada perempuan merupakan maksud syari’at dan akal. Kaum lelaki yang menyerupai kaum wanita merupakan perbuatan yang menurunkan derajat dan martabat kaum lelaki, sementara kaum wanita yang menyerupai kaum lelaki akan meruntuhkan perbedaan yang dikehendaki.
“Selain itu perbuatan menyerupai wanita bagi kaum lelaki dalam berbicara dan berpakaian, atau semisalnya, termasuk sebab menjadi banci, serta mendorong seorang lelaki senang berbaur dengan kaum wanita yang dilarang oleh syari‘at. Demikian pula sebaliknya.”
Dari Abi Sa’id Al-Khudri diriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda: “Cemburu itu sebagian dari iman. Sedangkan pergaulan bebas antara pria dan wanita bukan muhrim adalah sebagian dari kemunafikan.” Kata Imam Halimi: “Yang dimaksudkan dengan Midza ialah berkumpulnya kaum pria dengan kaum wanita dan dibiarkan bergaul bebas antara mereka dengan terlepas, sebagaimana kita melepaskan ternak, dilepas begitu saja.”
“Dari Ummu Salamah r.a. diriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. pernah berada di rumahnya, sedangkan di situ ada seorang wadam (banci). Lalu si banci berkata kepada Abdullah bin Abi Umayyah, saudara Ummu Salamah: “Wahai Abdullah, jika Allah esok menaklukkan Thaif, maka akan saya tunjukkan kepadamu putri Ghaylan. Sungguh kalau ia menghadap, maka ia menghadap dengan empat anggota tubuhnya. Tapi kalau ia membelakang, maka ia membelakang dengan delapan anggota tubuhnya. Lalu Rasulullah bersabda: “Janganlah mereka itu (kaum banci) diizinkan lagi memasuki rumah kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Makna-makna syari’at ini adalah menjaga derajat dan martabat kaum lelaki dan kaum wanita, dan menempatkan setiap dari mereka pada tempatnya sebagaimana yang Allah posisikan adalah kebaikan dalam pandangan akal dan syari’at. Seandainya engkau ingin mengetahui bahaya tasyabuh dan akibat hilangnya batas kedudukan masing-masing gender dalam gambaraan yang lebih utuh, engkau bisa melihat pergaulan bebas yang hina, yang menghilangkan kehormatan manusia, kecemburuan beragama, dan moral yang mulia, setelah itu semua ini tergantikan dengan segala moral rendah. Yang menyerupai hal ini –atau lebih berbahaya lagi-bertasyabuh terhadap orang kafir dalam perkara-perkara yang menjadi kekhususan mereka. Rasulullah Saw. telah bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Bukhari). Karena tasyabuh dalam perkara lahir akan membawa pada tasyabuh dalam perkara batin, oleh karenanya syariat hendak memutus segala jalan dan arah datangnya segala keburukan.”
Dalam hadist yang senada, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Empat jenis manusia dimurkai Allah di waktu pagi dan dikutuk Allah di waktu petang”. Abu Hurairah bertanya, “Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang lelaki yang menyerupai wanita, dan orang wanita yang menyerupai lelaki. Orang yang melepaskan nafsunya kepada binatang, dan orang yang melakukan hubungan homoseksual.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
Hukuman bagi pelaku homoseksual-LGBT .
Berita-berita tentang kerasnya pengharaman zina dan liwath, berikut hukuman berat yang dikenakan atas pelakunya memang banyak dan sudah dikenal luas. Apa yang telah ditetapkan Allah sebagai balasan dan hukuman di dunia sebelum akhirat, sudah cukup menjadi bukti, betapa buruk, berat dan hinanya hukuman itu.
Dalam pandangan para ulama bahwa hukuman bagi liwath atau homoseks atau LGBT, hukumnya sama seperti hukuman zina. Sebagian ulama menghukumkan kedua-duanya (Zina dan Liwath) dibunuh, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits. Pendapat yang lain lagi menghukumkan agar keduanya dibakar di dalam api. Akan halnya menyetubuhi binatang, ia termasuk dosa yang besar pula. Pelakunya dilaknati Allah, sebagaimana tersebut di dalam hadits yang di atas. Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Barangsiapa menyetubuhi binatang, maka bunuhlah dia dan binatang itu sekaligus.”
Dalam Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy, dikatakan bahwa Hadd liwath adalah dirajam hingga meninggal dunia tanpa membedakan apakah ia muhshan atau ghairu muhshan, karena Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (Liwath) maka bunuhlah pelakunya dan juga obyeknya.”
Para sahabat berbeda pendapat tentang tata cara pembunuhan keduanya. Di antara mereka ada yang membakar keduanya dengan api, dan di antara mereka ada yang membunuhnya dengan merajam dengan batu hingga meninggal dunia. Abdullah bin Abbas ra. berkata, “Dicarikan rumah yang paling tinggi di salah satu desa, kemudian keduanya dijatuhkan dari atasnya dalam keadaan terjungkir kemudian dirajam dengan batu.”
Juga, memainkan kemaluan dengan tangan-onani-masturbasi (sebagai upaya mencari kenikmatan), juga merupakan perbuatan keji dan tercela. Padanya terdapat bahaya dan bencana yang banyak, lantaran orang yang telah terbiasa melakukannya, akan sulit meninggalkannya. Oleh karena itu, hendaklah kita menjaga diri dan bertakwa kepada Allah dari perbuatan yang buruk ini. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, “Allah melaknati orang-orang yang menikahi tangannya”, dan sabdanya lagi, “Allah telah membinasakan umat yang gemar mempermainkan kemaluannya”.
Rasulullah Saw. bersabda, “Lesbian yang dilakukan oleh kaum wanita dengan sesamanya sama dengan zina.” (HR. Thabrani). Hubungan jasmani yang dilakukan sesama wanita, yang dikenal dengan sebutan lesbian. Melakukan perbuatan ini haram hukumnya dan sama saja dengan perbuatan zina.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa meninggal dari kalangan umatku dalam keadaan mengerjakan pekerjaan kaum Nabi Luth, niscaya Allah akan memindahkannya kepada mereka, hingga ia dikumpulkan bersama dengan mereka (kelak di hari kiamat).” (HR. al-Khathib melalui Anas ra.). Orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth (Homoseksual), kelak akan dihimpun bersama-sama dengan (kaum Nabi Luth). Dalam hadits ini terkandung peringatan keras bagi orang-orang yang suka melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth. Wallahu a’lam bish-shawwab .***
Penulis, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung, dan mantan Ketua Pimpinan Wilayah Al-Washliyah Jawa Barat.
Discussion about this post