HAMPIR semua wilayah Jawa Barat memiliki bahasa daerah yang sama yaitu bahasa Sunda kecuali beberapa daerah seperti Indramayu dan Cirebon. Meski dominan memakai bahasa Sunda, terdapat kata, frasa atau logat yang berbeda di setiap daerah.
Hal ini menjadi keunikan tersendiri, bahkan menjadi ciri khas daerah masing-masing.
Logat bahasa Sunda di wilayah Priangan tentu berbeda dengan bahasa Sunda di wilayah Pakuan atau dengan bahasa Sunda di wilayah Bandung Raya.
Bahkan di satu wilayah Priangan pun ada banyak perbedaan antardaerah.
Ada beberapa pembeda baik logat maupun idiom khas di antara daerah di wilayah Priangan timur. Logat Sunda Tasik berbeda dengan logat Sunda di wilayah perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah, seperti Banjar dan Pangandaran.
Logat bahasa Sunda di Pangandaran dan Banjar terdengar seperti bahasa Jawa. Selain itu ada kata khas yang bisa menjadi ciri seseorang berasal dari daerah Pangandaran.
Salah satunya penggunaan kata “dih’ dalam percakapan sehari-hari masyarakat Pangandaran. Misalnya ‘enya dih?”, “rek kamana dih?” dan lainnya.
Penggunaan kata dih” ini umumnya diucapkan untuk menyertai kalimat tanya, sebagai kata yang memberikan penekanan atau penguat ekspresi.
Saking melekatnya penggunaan kata ‘dih’ ini di masyarakat Pangandaran, sering terdengar digunakan dalam percakapan bahasa Indonesia masyarakat Pangandaran. “Emang iya dih?”,”‘Mau makan apa dih?” dan kalimat tanya lainnya.
Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Kabupaten Pangandaran, Aceng Hasyim, menjelaskan, kata “dih” yang kerap dilafalkan masyarakat Pangandaran merupakan kependekan atau bermakna “deui” atau “deuih” (lagi) atau semakna dengan “kitu”(begitu).
“Kata “dih” serupa dengan makna kata gitu dalam bahasa Indonesia. Jadi misal klausa “enya dih?” sama maknanya dengan “enya kitu?” atau “iya gitu?”,” ujar Aceng Hasyim kepada Madania.co.id, Kamis (10/9/2020).
Aceng menambahkan, selain kata ‘dih’, ada satu lagi kata unik yang sering terdengar diucapkan warga Pangandaran dan jarang dijumpai di daerah lain. Yakni kata “aisi” atau “ari sih”.
Kata ini sering diucapkan pada kalimat-kalimat penjelasan, paparan atau pengakuan. Contohnya kalimat “aisi urang ge bogoh, ngan era mertelakeunna” (Sebenarnya saya juga cinta, tapi malu menyatakannya).
Kata khas Pangandaran ini sebenarnya terdiri dari dua kata, yaitu kata “ari” dan “sih”. Tapi dalam pelafalan dan penulisan bahasa gaul anak Pangandaran, dua kata itu menjadi “aisi” bahkan ada yang menuliskan “IC”. Tak heran hal itu membuatnya terdengar unik, bahkan cenderung membuat bingung orang pendatang.
“Kata “aisi” itu jika dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan “memang sih”. Hanya karena pelafalan saja yang membuatnya terdengar unik,” kata Aceng. (reival akbar r)
Discussion about this post