MADANIACOID – Menjelang Lebaran yang seharusnya jadi momen bahagia, lebih dari seribu pekerja Yihong Novatex Indonesia justru kehilangan pekerjaan. Tepatnya ada 1.126 orang yang harus menerima kenyataan pahit bahwa tempat kerja mereka mendadak tutup begitu saja. Tanpa banyak aba-aba, nasib mereka mendadak berubah hanya dalam hitungan hari.
Kasus Yihong ini bukan yang pertama, dan tampaknya bukan juga yang terakhir. Industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki sedang menghadapi masa sulit. PHK besar-besaran makin sering terdengar, dan kabarnya masalahnya nggak cuma satu.
Gelombang PHK dari Jawa Tengah Sampai Banten
Di Jawa Tengah, salah satu perusahaan tekstil raksasa yang namanya sudah sangat dikenal, Sri Rejeki Isman (atau lebih akrab disapa Sritex), juga mengalami nasib serupa. Setelah dinyatakan bangkrut, ribuan karyawannya—lebih dari 10.000 orang—terpaksa angkat kaki.
Sementara itu, di Banten, dua pabrik sepatu besar, Victory Chingluh dan Adis Dimension Footwear, yang dikenal sebagai pemasok brand global seperti Nike dan Adidas, juga melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 3.500 karyawan. Semua ini menunjukkan bahwa kondisi industri ini sedang benar-benar terpuruk.
Apa yang Bikin Industri Kita Tersendat?
Kalau dilihat dari penyebabnya, ada banyak hal yang menekan industri tekstil dan alas kaki dalam negeri. Permintaan ekspor yang menurun drastis jadi salah satunya. Biaya operasional pun terus meningkat, sementara saingan dari negara-negara seperti Vietnam dan Bangladesh makin agresif.
Belum lagi banjirnya produk murah dari Tiongkok yang bikin produk lokal makin sulit bersaing. Industri yang dulu jadi andalan sekarang seolah kehilangan arah dan daya tahan.
Kebijakan Pemerintah: Cukup atau Terlambat?
Pemerintah memang sudah merespons situasi ini dengan mengucurkan fasilitas kredit sebesar Rp 20 triliun, khusus untuk menopang industri tekstil, garmen, dan alas kaki. Tapi sayangnya, bantuan itu baru terasa di atas kertas bagi para pekerja yang sudah lebih dulu kehilangan mata pencaharian.
Tambahan masalah datang dari luar negeri. Amerika Serikat baru-baru ini mengenakan tarif balasan terhadap barang-barang dari Indonesia, yang bisa mencapai 32 persen. Jelas ini bukan kabar baik untuk industri yang mengandalkan pasar ekspor.
Banyak yang Dirugikan, Tapi Siapa yang Bertanggung Jawab?
Dengan begitu banyaknya pekerja yang jadi korban, muncul pertanyaan besar: siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah perusahaan bisa begitu saja lepas tangan, atau pemerintah perlu bergerak lebih cepat dan konkret?
Yang pasti, para buruh dan keluarganya sekarang menghadapi kenyataan sulit—kehilangan penghasilan saat kebutuhan hidup sedang tinggi-tingginya, apalagi jelang Lebaran.
Discussion about this post