Madania.co.id, Bandung – Pemkab Bandung yang memegang regulasi kebijakan mesti lebih tegas dan selektif dalam tata kelola dan penatagunaan lingkungan baik kawasan konservasi maupun kawasan lindung.
“Termasuk dalam penerbitan payung hukum baik Perda atau Perbup mestinya menjadi upaya nyata untuk melindungi dan menjaga alam,” kata Ketua LSM Jamparing Kabupaten Bandung, Dadang Risdal Aziz, kepada wartawan, di Soreang, Kamis (20/1/2021).
Ia menyebutkan, Pemkab Bandung telah menerbitkan Perda Nomor 27 tahun 2016 tentang Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Tapi, menurut dia, hingga saat ini Perda tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum juga rampung.
Ia melihat, hal ini akan menjadi preseden yang kurang baik, karena penegakan hukum terkait pemanfaatan lingkungan atau alih fungsi lahan menjadi kurang kuat.
“Bisa jadi penerapan hukum tata ruang di wilayah Kabupaten Bandung diindikasikan hanya sebagai pelengkap persyaratan pembangunan, tapi pada realisasinya banyak pelanggaran, karena banyak celah hukum yang masih bersifat sumir dan multi tafsir dan banyak dimanfaatkan oleh investor pemanfaat kawasan. Muncul di lapangan pameo, ‘bangun dulu urus belakangan’,” ujarnya.
Sekretaris DPD AMPI Kabupaten Bandung ini prihatin atas maraknya perumahan kluster yang dibangun secara personal.
“Disinyalir pembangunan tersebut tidak mengantongi izin dan kurang memperhatikan persyaratan teknis juga non teknis, analisis dampak lingkungan sepertinya turut diabaikan,” kata dia.
Kenyataan ini, ia sebut, menjadi PR bagi Pemkab Bandung, karena dampak pembangunan tersebut akan membuahkan bencana bagi masyarakat di sekitarnya.
Ia menambahkan, pembangunan perumahan tersebut, sama sekali tidak memperhatikan zona abu-abu, zona kuning, atau hijau.
Pengelolanya, ia katakan, lebih berorientasi pada keuntungan semata.
Karena itu, Dadang meminta Pemkab Bandung segera turun tangan menertibkan kegiatan itu.
“Tegaskan kepada pengelola, perizinan harus menjadi penyaring pertama guna menjaga kelestarian lingkungan,” kata dia pula.
Lahan pertanian dan perikanan berkurang
Menurut Dadang, meski hakekatnya tanah itu milik pribadi seseorang, mau tidak mau aturan harus dipatuhi dan ditempuh.
“Sawah dan kolam dipaksa diurug pihak pemilik, akibatnya jumlah lahan pertanian dan perikanan berkurang. Selain itu jalur irigasi atau selokan jadi tertutup. Tidak ada lahan lokasi penyaluran air karena semua sudah tergantikan dengan pembangunan perumahan kluster,” katanya.(m)
Discussion about this post